tag:blogger.com,1999:blog-53434380903198084332024-03-14T02:41:37.349-07:00Budidaya PertanianBudidaya Pertanian, Perikanan, Perkebunan, PeternakanBudidaya Pertanianhttp://www.blogger.com/profile/02468176543501833983noreply@blogger.comBlogger67125tag:blogger.com,1999:blog-5343438090319808433.post-79213835694078817092012-02-20T00:07:00.000-08:002012-02-20T00:09:18.631-08:00Budidaya Belimbing<div style="text-align: justify;"><b>Budidaya Belimbing</b><b> </b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Budidaya Belimbing manis (Averrhoa Carambola, L)</b><br />
Belimbing memiliki batang yang cukup rendah kira-kira 5-12 meter. Seringkali pecah pada batangnya. Tajuk pohon rendah, tidak teratur, agak rindang, kulit batang licin, berwarna coklat muda. Bakal buah berwarna hijau muda, beruang lima (kadang-kadang empat). Daging buah sangat banyak airnya, rasanya manis asam dan segar. <br />
<b><br />
</b><b>Pembibitan Belimbing</b><br />
Pembibitan biasanya berasal dari okulasi karena alasan tanamannya cepat berbuah. Sebagai batang bawah, biji diambil dari buah yang telah masak penuh. Setelah ditanam di lapangan atau pada pot atau polybag selama kurang lebih 6 - 8 bulan dan siap untuk diokulasi. Satu tahun setelah okulasi, bibit siap dipindahkan ke pot yang lebih besar atau ke lapangan. Selain okulasi, bibit dapat berasal dari cangkokan, enten, maupun cara penyusunan, namun cara yang paling praktis adalah cara okulasi.<br />
<br />
<a href="http://1.bp.blogspot.com/-r3is1PlUZ7I/T0H_GB-BFHI/AAAAAAAAADM/iBHFUlGG_zU/s1600/Belimbing.jpg" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="138" src="http://1.bp.blogspot.com/-r3is1PlUZ7I/T0H_GB-BFHI/AAAAAAAAADM/iBHFUlGG_zU/s200/Belimbing.jpg" width="200" /></a><b>Penanaman Belimbing</b><br />
Pada umunya bila luas area yang akan ditanami Belimbing luas, maka jarak tanam yang biasa dipakai adalah 5x5 meter. <br />
<br />
<b>Pemeliharaan Belimbing</b><br />
Pemupukan diberikan dua kali setahun, yaitu pada awal dan akhir musim<br />
penghujan. Pemangkasan pada belimbing sangat diperlukan untuk pembentukan tajuk, memudahkan panen dan merangsang pembungaan dan pembesaran buah. Berdasarkan tujuan dan waktu pelaksanaannya, terdapat tiga macam pemangkasan, yaitu pemangkasan untuk membentuk pohon, pemangkasan cabang dan ranting yang tumbuh tidak beraturan, serta pemangkasan untuk meremajakan tanaman yang telah tua.<br />
<br />
<b>Pembungkusan Buah</b><br />
Pembungkusan buah bertujuan untuk melindungi buah dari serangan lalat buah<br />
serta meningkatkan kualitas buah. Lalat buah dapat menimbulkan kerugian sampai 100%. Serangga memakan berbagai jenis tanaman, sehingga pada lokasi dengan berbagai pohon buah-buahan seperti nangka, jambu biji, rambutan, pisang dan sebagainya, serangga terdapat hampir sepanjang tahun.<br />
<br />
<b>Hama dan Penyakit Belimbing</b><br />
1).Lalat Buah<br />
2).Kutu daun, Semut Ankrang, Kelelawar.<br />
3).Penyakit Bercak Daun<br />
4).Penyakit Kapang Jelaga<br />
<br />
<b>Panen </b><br />
Ciri buah belimbing yang sudah siap panen adalah warnanya dari hijau menjadi putih, atau kekuning ataupun merah tergantung varietas Belimbingnya. Waktu panen yang paling baik adalah di pagi hari saat buah masih segar. Pemanenan bisa dilakukan 3 kali dalam setahun. Untuk mendapat kualitas buah yang baik, buah dipanen setelah masak penuh. Cara panen terbaik adalah pemetikan dengan cara memanjat pohon atau menggunakan tangga. Pemetikan harus dilakukan dengan hati-hati. Buah dipanen dengan menggunting tangkai buah, tanpa membuka bungkus buah. Produksi buah mencapai 600 - 900 buah per pohon/tahun dengan berat buah rata-rata 250 - 300 gram. <br />
<br />
<b>Pasca Panen</b><br />
Belimbing yang telah dikemas dapat disimpan pada ruangan dengan suhu 10 -<br />
15°C selama 7 hari. </div>Budidaya Pertanianhttp://www.blogger.com/profile/02468176543501833983noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5343438090319808433.post-89691436314510750892012-02-13T08:37:00.000-08:002012-02-13T08:37:01.498-08:00Budidaya Pala<div style="text-align: justify;"><b>Budidaya Pala</b> </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pala (Myristica Fragrans Houtt) merupakan tanaman asli Indonesia, karena tanaman ini berasal dari Banda dan Maluku, yang kemudian menyebar ke pulau - pukau lain disekitarnya, termasuk pulau Jawa. Pembudidayaan tanaman paa terus meluas sampai Sumatera.<br />
<br />
Tanaman Pala terkenal karena biji buahnya yang tergolong sebagai rempah-rempah. Biji dan selaput biji (fuli) atau sering disebut dengan buah pala, sejak dulu merupakan komoditas ekspor Indonesia dan menduduki 60% dari jumlah ekspor pala dunia.<br />
<b><br />
</b><a href="http://2.bp.blogspot.com/-HvcaenOEQwY/Tzk7qQ9w4jI/AAAAAAAAAC8/OTH34yua284/s1600/Buah+Pala.jpg" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="132" src="http://2.bp.blogspot.com/-HvcaenOEQwY/Tzk7qQ9w4jI/AAAAAAAAAC8/OTH34yua284/s200/Buah+Pala.jpg" width="200" /></a><b>Botani dan Marpologi</b><br />
Tanaman Pala merupakan jenis tanaman yang dapat tumbuh di daerah tropis. Tanaman ini termasuk dalam Familia Myristicaceae, yang mempunyaisekitar 200 species. Tanaman ini jika pertumbuhannya baik dan tumbuh di lingkungan terbuka, tajuknya akan rindang dan ketinggiannya dapat mencapai 15 - 18 meter. Tajuk pohon ini bentuknya meruncing ke atas dan puncak tajuknya tumpul. Daunnya berwarna hijau mengkilap dengan ukuran panjang 10 - 15 cm dan panjang tangkai daun sekitar 1 - 1,35 cm. Tanaman ini sebagian besar adalah berumah satu, namun sering ditemukan pula yang berumah dua dan yang hermaphrodite. Tanaman yang berumah satu artinya pada satu pohon terdapat pula bungan betina yang menghasilkan putik. Sedangkan tanaman yang berumah dua artinya terdapat bungan betina saja atau hanya terdapat bunga jantannya saja. Kemudian tanaman yang hermaphrodite artinya dalam satu bunga terdapat benang sari penghasil tepung sari dan terdapat pula putik yang akan diserbuki.<br />
<br />
<b>Syarat Tumbuh</b><br />
Tanaman pala dapat tumbuh baik di daerah-daerah yang mempunyai ketinggian 500 - 700 m di atas permukaan laut. Sedangkan pada ketinggian di atas 700 m, produktivitas tanaman pala akan rendah. Tanaman ini membutuhkan tanah yang bembur, subur dan sangat cocok pada tanah Vulkanis yang mempunyai pembuangan air atau drainase yang baik. Tanaman pala juga dapat tumbuh baik pada tanah yang bertekstur pasir sampai lempung dengan kandungan bahan organis yang tinggi. Pada tanah yang tidak atau subur, tanaman ini dapat tumbuh baik jika dilakukan pemupukan dan perawatan yang baik. Sedangkan pH tanah yang cocok untuk tanaman pala adalah 5,5 - 6,5. Tanaman pala membutuhkan iklim yang agak stabil terutama pada masa pertumbuhan vegetatif. Tanaman pala juga mebutuhkan iklim yang panas dengan curah hujan yang tinggi dan agak merata atau tidak banyak berubah sepanjang tahun. Iklim yang cocok adalah sekitar 20 - 30 derajat Celcius.</div><div style="text-align: center;"><a href="http://1.bp.blogspot.com/-IIFJ0MUznIY/Tzk7zXsBvxI/AAAAAAAAADE/1HEiVwjl-qI/s1600/Budidaya+Pala.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="300" src="http://1.bp.blogspot.com/-IIFJ0MUznIY/Tzk7zXsBvxI/AAAAAAAAADE/1HEiVwjl-qI/s400/Budidaya+Pala.jpg" width="400" /></a></div><div style="text-align: justify;"><br />
<b>Pengadaaan Bibit</b><br />
Tanaman pala dapat diperbanyak dengan beberapa cara, yaitu antara lain:<br />
1). Dengan Biji, 2). Dengan Cangkok, 3). Dengan Penyambungan, 4). Dengan penyusuan, 5). Dengan Stek.<br />
<br />
<b>Penanaman dan Pemeliharaan</b><br />
Kebun untuk tanaman pala perlu dipersiapkan sebaik-baiknya. Lubang tanam perlu dipersiapkan satu bulan sebelum bibit ditanam. Lubang tanam dibuat dengan ukuran 60x60x60 cm untuk jenis tanah ringan dan ukuran 80x80x80 xm untuk jenis tanah liat. Jarak tanam pada lahan datar adalah 9x10 m, sedangkan pada lahan bergelombang adalah 9x9 m.<br />
<br />
<b>Panen</b><br />
Pohon pala mulkai berbuah pada umur 7 tahun dan pada umur 10 tahun telang berproduksi secara menguntungkan. Produksi pala akan terus meningkat dan pada umur 25 tahun akan mencapai produksi tertinggi. Pohon pala dapat berproduksi sampai umur 60 - 7- tahun. Dalam satu tahun pohon pala dapat dipanen sebanyak dua kali. Pada umumnya buah pala dapat dipetik setelah cukup tua, yaitu 6-7 bulan sejak mulai berbunga. Ciri-cirinya, Sebagian dari buah pala membalah melalui alur belahnya dan terlihat bijinya yang diselaputi fuli berwarna merah. <br />
<br />
Referensi: <br />
Bagi teman-teman yang ingin Membaca lebih jelas tentang <b>Budidaya Pala</b>, silahkan baca Buku Karangan Ir. Hatta Sunanto, BSc, MS. Judul Buku "Budidaya Pala Komoditas Ekspor", Penerbit: Kanisius. </div>Budidaya Pertanianhttp://www.blogger.com/profile/02468176543501833983noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5343438090319808433.post-57308262493885299342010-12-11T18:17:00.000-08:002010-12-13T07:35:34.648-08:00Budidaya Singkong<b>Budidaya Singkong</b><br />
<div style="text-align: justify;"><br />
Singkong yang juga dikenal sebagai ketela pohon atau ubi kayu, adalah pohon tahunan tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae. Umbinya dikenal luas sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran.<br />
<br />
<b>Syarat Tumbuh Tanaman Singkong</b><br />
Tanaman Singkong tumbuh optimal pada ketinggian antara 10-700m dpl. Tanah yang sesuai adalah tanah yang berstruktur remah, gembur, tidak liat juga tidak poros. Selain itu kaya akan unsure hara. Jenis tanah yang sesuai adalah tanah alluvial, latosol, podsolik merah kuning, mediteran, grumosol dan andosol. Sementara itu pH yang dibutuhkan antara 4,5-8, dan untuk pH idealnya adalah 5,8.<br />
<br />
Curah hujan yang yang diperlukan antara 1.500 – 2500 mm/tahun. Kelembaban udara optimal untuuk tanaman antara 60%-65%. Suhu udara minimal 10’C. Kebutuhan akan sinar matahari sekitar 10 jam tiap hari. Hidup tanpa naungan.<br />
<b><br />
Persiapan Bibit Singkong</b><br />
Ubu kayu paling mudah untuk diperbanyak. Cara yang lazim digunakan adalah perbanyakan dengan cara setek batang dari batang panenan sebelumnya. Setek yang baik diambil dari batang bagian tengah tanaman agar matanya tidak terlalu tua maupun tidak terlalu tua. Batang yang baik berdiameter 2-3 cm. Pemotongan batang stek dapat dilakukan dengan menggunakan pisau atau sabit yang tajam dan steril. Jangan memakai gergaji untuk memotongnya karena gesekan gergaji akan menimbulkan panas yang akan merusak bagian pangkal dari batang. Potongan batang untuk setek yang baik adala 3-4 ruas mata atau 15-20 cm. Bagian bawah dari batang stek dipotong miring dengan maksud untuk menambah dan memperluas daerah perakaran.<br />
<br />
<b>Persiapan Lahan <a href="http://budidaya-di.blogspot.com/2010/12/budidaya-singkong.html">Budidaya Singkong</a></b><br />
Untuk menanam ubi kayu ini tidak begitu sulit. Untuk daerah yang mempunyai curah hujan cukup tinggi ataupun terlalu banyak air, penanaman dilakukan dalam sebuah guludan atau bedeng. Selain itu, dengan menggunakan guludan memudahkan kita dalam pemanenan.<br />
<br />
Untuk daerah yang mempunyai curah hujan sedikit atau kering, penanaman tidak perlu dilakukan dengan membuat guludan. Penanaman dapat dilakukan pada tanah yang rata. Tanah di cangkul dan di remahkan kemudian diratakan dan pengguludan dapat dilakukan setelah tanaman berumur 2-3 bulan setelah tanam. Pada saat perataan dapat pula disebarkan pupuk kandang atau kompos untuk penambahan unsure hara. Pengolahan tanah yang sempurna diikuti dengan pembuatan guludan yang dibuat searah dengan kontur tanah sebagai upaya pengendalian erosi. Selain itu dengan pembuatan guludan juga dapat memaksimalkan hasil dibandingkan dengan system tanpa olah tanah setelah tanam.<br />
<br />
<b>Penanaman Ubi Kayu</b><br />
Waktu penanaman yang baik dilakukan pada awal musim kering atau kemarau dengan maksud untuk hasil penanaman dapat dipanen pada awal musim hujan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
Batang yang telah dipotong tadi kemudian ditanamkan dalam tanah. Jangan sampai terbalik, tanda yang dapat kita lihat dari arah mata dari tiap ruas batang yang disetek. Arah mata menuju ke atas dibawahnya bekas tangkai daun.<br />
<br />
Batang setek di tanam agak miring dengan kedalaman 8-12 cm. Pada lahan tanaman yang subur dapat digunakan populasi tanaman 10.000 batang/ha dan untuk lahan yang kurang begitu subur dapat digunakan populasi 14.500 batang/ha. Jarak tanam dengan system monokultur adalah 100 x 50 cm. Untuk system tumpang sari, penanaman dapat menyesuaikan dengan lahan dan tanaman lainnya.<br />
<b><br />
Pemeliharaan Tanaman Singkong</b><br />
Tanaman ini termasuk tanaman yang dapat mandiri sehingga, tanaman ini menjadi mudah dalam pemeliharaanya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
Penyulaman dapat kita lakukan 2-3 minggu setelah tanam. Bibit penyulaman seharusnya sudah disediakan ketika pengadaan bibit tanaman yang dapat pula ditanam pada pinggir lahan pertanaman. Hal ini untuk membuat tanaman ini seragam dalam pemanennya.<br />
<br />
Agar tanaman dapat tumbuh baik dan optimal dilakukan dengan pengurangan mata tunas saat awal tunas itu muncul atau 1-1,5 bulan setelah tanam. Sisakan maksimal 2 tunas yang paling baik dan sehat dalam satu tanaman.<br />
<br />
Penyiangan dilakukan pada umur 2-3 bulan setelah tanam dan menjelang panen. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pemanenan serta mencegah kehilangan hasil panen selain mengendalikan populasi gulma yang tumbuh. Selain itu saat penyiangan dilakukan dengan membumbuni batang tanaman sehingga dapat menjadi guludan.<br />
<br />
<b>Hama dan penyakit Tanaman Singkong</b><br />
Hama yang sering menyerang tanaman ini biasanya adalah hama tungau merah (Tetranus urticae) dan serangan bakteri layu (Xanthomonas campestis) serta penyakit Hawar Daun (Cassava Bacterial Bligh / CBB)<br />
<br />
<b>Panen Singkong</b><br />
Kriteria ubi kayu yang optimal adalah pada saaat kadar pati optimal. Yakni ketika tanaman itu berumur 6-9 bulan apabila untuk konsumsi. Untuk pembuatan produk seperti tepung sebaiknya ubi kayu dipanen pada umur lebih dari 10 bulan, dan itu juga tergantung akan varietas yang ditanam. Ciri saat panen adalah warna daun menguning dan banya yang rontok.<br />
<br />
Cara pemanenan dilakukan dengan membuat atau memangkas batang ubi kayu terlebih dahulu dengan tetap meninggalkan batang sekitar 15 cm untuk mempermudah pencabutan. Batang dicabut dengan tangan atau alat pengungkit dari batang kayu atau linggis. Hindari pemakaian cangkul, karena permukaannya yang lebar yang tanpa disadari dapat memotong ubi.<br />
<br />
Umbi yang baik setelah panen hanya berumu 1-3 hari tergantung penyimpanan. Setelah itu umbi sudah melakukan banyak perombakan kalori. Bahkan, kadang umbi berwarna kebiruan apabila kandungan HCNnya tinggi. Dan munculnya warna ini sangat mempengaruhi kualitas tepung.<br />
<br />
</div>Budidaya Pertanianhttp://www.blogger.com/profile/02468176543501833983noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5343438090319808433.post-57164442412577114052010-12-02T19:58:00.000-08:002010-12-13T07:35:50.096-08:00Budidaya Ikan Mujair<div style="text-align: justify;"><b>Budidaya Ikan Mujair</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
Mujair merupakan sejenis ikan air tawar yang biasa dikonsumsi. Penyebaran alami ikan ini adalah perairan Afrika dan di Indonesia pertama kali ditemukan oleh Pak Mujair di muara Sungai Serang pantai selatan Blitar, Jawa Timur pada tahun 1939. Meski masih menjadi misteri, bagaimana ikan itu bisa sampai ke muara terpencil di selatan Blitar, tak urung ikan tersebut dinamai ‘mujair’ untuk mengenang sang penemu.</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><u><b>Budidaya Ikan Mujair</b></u> </div><div style="text-align: justify;">Pedoman Teknis Budidaya Mujair<br />
<br />
<b>Kolam</b><br />
Sarana berupa kolam yang perlu disediakan dalam usaha budidaya ikanmujair tergantung dari sistim pemeliharaannya (sistim 1 kolam, 2 kolam dlsb). Adapun jenis kolam yang umum dipergunakan dalam budidaya ikan mujair antara lain:<br />
1). Kolam pemeliharaan induk/kolam pemijahan<br />
Kolam ini berfungsi sebagai kolam pemijahan, kolam sebaiknya berupa kolam tanah yang luasnya 50-100 meter persegi dan kepadatan kolam induk hanya 2 ekor/m2. Adapun syarat kolam pemijahan adalah suhu air berkisar antara 20-22 derajat C; kedalaman air 40-60 cm; dasar kolam sebaiknya berpasir.<br />
2). Kolam pemeliharaan benih/kolam pendederan<br />
Luas kolam tidak lebih dari 50-100 meter persegi. Kedalaman air kolam antara 30-50 cm. Kepadatan sebaiknya 5-50 ekor/meter persegi. Lama pemeliharaan di dalam kolam pendederan/ipukan antara 3-4 minggu, pada saat benih ikan berukuran 3-5 cm.<br />
3). Kolam pembesaran<br />
Kolam pembesaran berfungsi sebagai tempat untuk memelihara dan membesarkan benih selepas dari kolam pendederan. Adakalanya dalam pemeliharaan ini diperlukan beberapa kolam pembesaran, yaitu:<br />
- Kolam pembesaran tahap I berfungsi untuk memelihara benih ikan selepas dari kolam pendederan. Kolam ini sebaiknya berjumlah antara 2-4 buah dengan luas maksimum 250-500 meter persegi/kolam.<br />
Pembesaran tahap I ini tidak dianjurkan memakai kolam semen, sebab benih ukuran ini memerlukan ruang yang luas. Setelah benih menjadi gelondongan kecil maka benih memasuki pembesaran tahap kedua atau langsung dijual kepada pera petani.<br />
<br />
- Kolam pembesaran tahap II berfungsi untuk memelihara benih gelondongan besar. Kolam dapat berupa kolam tanah atau sawah.<br />
Keramba apung juga dapat digunakan dengan mata jaring 1,25–1,5 cm.<br />
Jumlah penebaran pembesaran tahap II sebaiknya tidak lebih dari 10 ekor/meter persegi.<br />
- Pembesaran tahap III berfungsi untuk membesarkan benih. Diperlukan kolam tanah antara 80-100 cm dengan luas 500-2.000 meter persegi.<br />
<br />
4). Kolam/tempat pemberokan<br />
Merupakan tempat pembersihan ikan sebelum dipasarkan.<br />
<br />
<b>Persiapan Media Budidaya Mujair</b><br />
Yang dimaksud dengan persiapan adalah melakukan penyiapan media untuk pemeliharaan ikan, terutama mengenai pengeringan, pemupukan dan lain-lain.Dalam menyiapkan media pemeliharaan ini, yang perlu dilakukan adalah pengeringan kolam selama beberapa hari, lalu dilakukan pengapuran untuk memberantas hama dan ikan-ikan liar sebanyak 25-200 gram/meter persegi, diberi pemupukan berupa pupuk buatan, yaitu urea dan TSP masing-masing dengan dosis 50-700 gram/meter persegi, bisa juga ditambahkan pupuk buatan yang berupa urea dan TSP masing-masing dengan dosis 15 gram dan 10 gram/meter persegi.<br />
<br />
<b>Pembibitan Ikan Mujair</b><br />
Untuk menyiapkan bibit ikan mujair yang akan dipelihara, perlu diperhatikan hal-hal penyiapan media pemeliharaan, pemilihan dan pemeliharaan induk, penetasan dan persyaratan bibit, ciri-ciri bibit dan induk unggul.<br />
<br />
1) Pemilihan Induk<br />
Ciri-ciri induk bibit mujair yang unggul adalah sebagai berikut:<br />
a. Mampu memproduksi benih dalam jumlah yang besar dengan kwalitas yang tinggi.<br />
b. Pertumbuhannya sangat cepat.<br />
c. Sangat responsif terhadap makanan buatan yang diberikan.<br />
d. Resisten terhadap serangan hama, parasit dan penyakit.<br />
e. Dapat hidup dan tumbuh baik pada lingkungan perairan yang relatif buruk.<br />
f. Ukuran induk yang baik untuk dipijahkan yaitu 100 gram lebih per ekornya.<br />
<br />
Adapun ciri-ciri untuk membedakan induk jantan dan induk betina adalah sebagai berikut:<br />
a. Betina<br />
- Terdapat 3 buah lubang pada urogenetial yaitu: dubur, lubang pengeluaran telur dan lubang urine.<br />
- Ujung sirip berwarna kemerah-merahan pucat tidak jelas.<br />
- Warna perut lebih putih.<br />
- Warna dagu putih.<br />
- Jika perut distriping tidak mengeluarkan cairan.<br />
<br />
b. Jantan<br />
- Pada alat urogenetial terdapat 2 buah lubang yaitu: anus dan lubang sperma merangkap lubang urine.<br />
- Ujung sirip berwarna kemerah-merahan terang dan jelas.<br />
- Warna perut lebih gelap/kehitam-hitaman.<br />
- Warna dagu kehitam-hitaman dan kemerah-merahan.<br />
- Jika perut distriping mengeluarkan cairan.<br />
<br />
Pembibitan ikan mujair dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu:<br />
a. Sistim satu kolam<br />
Pada sistim ini kolam pemijahan/pembenihan disatukan dengan kolam pendederan/ pemeliharaan anak. Setelah dilakukan persiapan media pembibitan, tebarkan induk jantan dan betina dengan perbandingan 1:2 atau 1:4 dengan jumlah kepadatan 2 pasang/10 meter persegi.<br />
<br />
Pamanenan dilakukan setiap 2 minggu sekali.<br />
b. Sistem dua kolam<br />
Pada sistim ini proses pemijahan dan pendederan dilakukan pada kolam terpisah, dengan perbandingan luas kolam pemijahan dengan kolam pendederan adalah 1:2 atau 1:4. Dasar kolam pendederan harus lebih rendah dari dasar kolam lainnya agar aliran air cukup deras mengalir dari kolam pemijahan ke kolam pendederan. Pada pintu kedua kolam tersebut dipasang saringan kasar agar hanya anak-anak ikan saja yang dapat lewat. Jumlah dan kepadatan induk jantan dan betina yang disebarkan sama dengan sistim satu kolam.<br />
<br />
c. Sistim platform<br />
Pada sistim ini kolam dibagi dalam 4 bagian, yaitu kolam pertama sebagai tempat induk jantan dan betina bertemu atau tempat pemijahan. Kolam kedua tempat induk betina dimana disekat oleh kisi atau krei bambu dengan ukuran lubang-lubang sebesar badan induk betina sehingga hanya induk betina yang dapat lolos ke kolam kedua ini. Kolam ketiga merupakan temapt pelepasan larva dan temapat yang ke empat adalah tempat pendederan. Persiapan media dan jumlah induk yang dilepas sama dengan sistim yang pertama.<br />
<br />
<b>Pembenihan Ikan Mujair</b><br />
Pemijahan dan penetasan ikan mujair berlangsung sepanjang tahun pada kolam pemijahan dan tidak memerlukan lingkungan pemijahan secara khusus. Hal yang perlu dilakukan adalah penyiapan media pemeliharaan seperti pengerikan pengapuran dan pemupukan. Ketinggian air di kolam dipertahankan sekitar 50 cm.<br />
<br />
Untuk menambah tingkat produkivitas dan kesuburan, maka diberikan makanan tambahan dengan komposisi sebagai berikut: tepung ikan 25%, tepung kopra 10% dan dedak halus sebesar 65%. Komposisi ransum ini digunakan dalam usaha budidaya ikan mujair secara komersial. Dapat juga diberi makanan yang berupa pellet yang berkadar protein 20-30% dengan dosis 2-3% dari berat populasi per hari, diberikan sebanyak 2 kali/hari yaitu pada pagi dan sore hari. Pemijahan akan terjadi setelah induk jantan membuat lubang sarang yang berupa cekungan di dasar kolam dengan garis tengah sekitar 10-35 cm.<br />
<br />
Begitu pembuatan sarang pemijahan selesai, segera berlangsung proses pemijahan. Setelah proses pembuahan selesai, maka telur-telur hasil pemijahan segera dikumpulkan oleh induk betina ke dalam mulutnya untuk dierami hingga menetas. Pada saat tersebut induk betina tidak aktif makan sehingga terlihat tubuhnya kurus. Telur akan menetas setelah 3-5 hari pada suhu air sekitar 25-27 derajat C. Setelah sekitar 2 minggu sejak penetasan, induk betina baru melepaskan anak-anaknya, karena telah mampu mencari makanan sendiri.<br />
<br />
<b>Pemeliharaan Bibit Mujair</b><br />
Pendederan atau pemeliharaan anak ikan mujair dilakukan setelah telur-telur hasil pemijahan menetas. Kegiatan ini dilakukan pada kolam pendederan yang sudah siap menerima anak ikan dimana kolam tersebut dikeringkan terlebih dahulu serta dibersihkan dari ikan-ikan liar. Kolam diberi kapur dan dipupuk sesuai ketentuan. Begitu pula dengan pemberian pakan untuk bibit diseuaikan dengan ketentuan. Jumlah penebaran dalam kolam pendederan tergantung dari ukuran benih ikan. Benih ikan ukuran 1-3 cm, jumlah penebarannya sekitar 30-50 ekor/meter persegi, ukuran 3-5 cm jumlah penebarannya berkisar 5-10 ekor/meter persegi. Sedangkan anak ikan ukuran 5-8 cm jumlah penebarannya 2-5 ekor/meter persegi. Untuk benih yang ukuran 5-8 cm ini, sebaiknya dilakukan secara monoseks kultur, karena pada ukuran tersebut benih ikan sudah dapat dibedakan yang berjenis kelamin jantan atau betina.<br />
<br />
Pemeliharaan Pembesaran Ikan Mujair<br />
Pemeliharaan pembesaran dapat dilakukan secara polikultur maupun monokultur.<br />
a) Polikultur<br />
1. ikan mujair 50%, ikan tawes 20%, dan mas 30%, atau<br />
2. ikan mujair 50%, ikan gurame 20% dan ikan mas 30%.<br />
<br />
b) Monokultur<br />
Pemeliharaan sistem ini merupakan pemeliharaan terbaik dibandingkan dengan polikultur dan pada sistem ini dilakukan pemisahan antara induk jantan dan betina.<br />
<br />
Pembesaran ikan mujair pun dapat pula dilakukan di jaring apung, berupa Hapa berukuran 1 x 2 m sampai 2 x 3 m dengan kedalaman 75-100 cm. Ukuran hapa dapat disesuaikan dengan kedalaman kolam. Selain itu sawah yang sedang diberokan dapat dipergunakan pula untuk pemijahan dan pemeliharaan benih ikan mujair. Sebelum digunakan petak sawah diperdalam dahulu agar dapat menampung air sedalam 50-60 cm, dibuat parit selebar 1-1,5 m dengan kedalaman 60-75 cm.<br />
<br />
1) Pemupukan<br />
Pemupukan kolam bertujuan untuk meningkatkan dan produktivitas kolam, yaitu dengan cara merangsang pertumbuhan makanan alami sebanyakbanyaknya. Pupuk yang biasa digunakan adalah pupuk kandang atau pupuk hijau dengan dosis 50–700 gram/m2<br />
<br />
2) Pemberian Pakan<br />
Apabila tingkat produkivitas dan kesuburan kolam sudah semakin berkurang, maka bisa diberikan makanan tambahan dengan komposisi sebagai berikut: tepung ikan 25%, tepung kopra 10% dan dedak halus sebesar 65%. Komposisi ransum ini digunakan dalam usaha budidaya ikan munjair secara komersial. Dapat juga diberi makanan yang berupa pellet yang berkadar protein 20-30% dengan dosis 2-3% dari berat populasi per hari, diberikan sebanyak dua kali per hari yaitu pada pagi dan sore hari.<br />
<br />
Disamping itu juga kondisi pakan dalam perairan tersebut sesuai dengan dosis atau ketentuan yang ada. Yaitu selain pakan dari media dasar juga perlu diberi makanan tambahan berupa hancuran pellet atau remah dengan dosis 10% dari berat populasi per hari. Pemberiannya 2-3 kali/hari.<br />
<br />
3) Pemeliharaan Kolam/Tambak<br />
Dalam hal pemeliharaan ikan mujair yang tidak boleh terabaikan adalah menjaga kondisi perairan agar kualitas air cukup stabil dan bersih serta tidak tercemari/teracuni oleh zat beracun.<br />
<br />
<b>Hama dan Penyakit Ikan Mujair</b><br />
Hama Ikan Mujair<br />
1) Bebeasan (Notonecta)<br />
Berbahaya bagi benih karena sengatannya. <br />
Pengendalian: menuangkan minyak tanah ke permukaan air 500 cc/100 meter persegi.<br />
<br />
2) Ucrit (Larva cybister)<br />
Menjepit badan ikan dengan taringnya hingga robek. <br />
Pengendalian: sulit diberantas; hindari bahan organik menumpuk di sekitar kolam.<br />
<br />
3) Kodok<br />
Makan telur telur ikan. Pengendalian: sering membuang telur yang mengapung; menagkap dan membuang hidup-hidup.<br />
<br />
4) Ular<br />
Menyerang benih dan ikan kecil. Pengendalian: lakukan penangkapan; pemagaran kolam.<br />
<br />
5) Lingsang<br />
Memakan ikan pada malam hari. Pengendalian:pasang jebakan berumpun.<br />
<br />
6) Burung<br />
Memakan benih yang berwarna menyala seperti merah, kuning.<br />
Pengendalian: diberi penghalang bambu agar supaya sulit menerkam; diberi rumbai-rumbai atau tali penghalang.<br />
<br />
Penyakit Ikan Mujair:<br />
Secara umum hal-hal yang dilakukan untuk dapat mencegah timbulnya penyakit dan hama pada budidaya ikan mujair:<br />
a) Pengeringan dasar kolam secara teratur setiap selesai panen.<br />
b) Pemeliharaan ikan yang benar-benar bebas penyakit.<br />
c) Hindari penebaran ikan secara berlebihan melebihi kapasitas.<br />
d) Sistem pemasukan air yang ideal adalah paralel, tiap kolam diberi satu pintu pemasukan air.<br />
e) Pemberian pakan cukup, baik kualitas maupun kuantitasnya.<br />
f) Penanganan saat panen atau pemindahan benih hendaknya dilakukan secara hati-hati dan benar.<br />
g) Binatang seperti burung, siput, ikan seribu (lebistus reticulatus peters) sebagai pembawa penyakit jangan dibiarkan masuk ke areal perkolaman.<br />
<br />
<b>Panen Ikan Mujair</b><br />
Pemanenan ikan mujair dapat dilakukan dengan cara: panen total dan panen sebagian.<br />
<br />
1) Panen sebagian atau panen selektif<br />
Panen selektif dilakukan tanpa pengeringan kolam, ikan yang akan dipanen dipilih dengan ukuran tertentu (untuk pemanenan benih). Ukuran benih yang akan dipanen (umur 1-1,5 bulan) tergantung dari permintaan konsumen, umumnya digolongkan untuk ukuran: 1-3 cm; 3-5 cm dan 5-8 cm.<br />
<br />
Pemanenan dilakukan dengan menggunakan waring yang di atasnya telah ditaburi umpan (dedak). Ikan yang tidak terpilih (biasanya terluka akibat jaring), sebelum dikembalikan ke kolam sebaiknya dipisahkan dan diberi obat dengan larutan malachite green 0,5-1,0 ppm selama 1 jam.<br />
<br />
2) Panen total<br />
Umumnya panen total dilakukan untuk menangkap/memanen ikan hasil pembesaran. Umumnya umur ikan mujair yang dipanen berkisar antara 5 bulan dengan berat berkisar antara 30-45 gram/ekor. Panen total dilakukan dengan cara mengeringkan kolam, hingga ketinggian air tinggal 10-20 cm.<br />
<br />
Petak pemanenan/petak penangkapan dibuat seluas 1 m persegi di depan pintu pengeluaran (monnik), sehingga memudahkan dalam penangkapan ikan. Pemanenan dilakukan pagi hari saat keadaan tidak panas dengan menggunakan waring atau scoopnet yang halus. Lakukan pemanenan secepatnya dan hati-hati untuk menghindari lukanya ikan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
<b>Pasca Panen <a href="http://budidaya-di.blogspot.com/2010/12/budidaya-ikan-mujair.html">Budidaya Ikan Mujair</a></b><br />
Penanganan pascapanen ikan mujair dapat dilakukan dengan cara penanganan ikan hidup maupun ikan segar.<br />
1) Penanganan ikan hidup<br />
Adakalanya ikan konsumsi ini akan lebih mahal harganya bila dijual dalam keadaan hidup. Hal yang perlu diperhatikan agar ikan tersebut sampai ke<br />
<br />
konsumen dalam keadaan hidup, segar dan sehat antara lain:<br />
a. Dalam pengangkutan gunakan air yang bersuhu rendah sekitar 20 derajatC.<br />
b. Waktu pengangkutan hendaknya pada pagi hari atau sore hari.<br />
c. Jumlah kepadatan ikan dalam alat pengangkutan tidak terlalu padat.<br />
<br />
2) Penanganan ikan segar<br />
Ikan segar mas merupakan produk yang cepat turun kualitasnya. Hal yang perlu diperhatikan untuk mempertahankan kesegaran antara lain:<br />
a. Penangkapan harus dilakukan hati-hati agar ikan-ikan tidak luka.<br />
b. Sebelum dikemas, ikan harus dicuci agar bersih dan lendir.<br />
c. Wadah pengangkut harus bersih dan tertutup. Untuk pengangkutan jarak dekat (2 jam perjalanan), dapat digunakan keranjang yang dilapisi dengan daun pisang/plastik. Untuk pengangkutan jarak jauh digunakan kotak dan seng atau fiberglass. Kapasitas kotak maksimum 50 kg dengan tinggi kotak maksimum 50 cm.<br />
d. Ikan diletakkan di dalam wadah yang diberi es dengan suhu 6-7 derajat C.<br />
Gunakan es berupa potongan kecil-kecil (es curai) dengan perbandingan jumlah es dan ikan=1:1. Dasar kotak dilapisi es setebal 4-5 cm. Kemudian ikan disusun di atas lapisan es ini setebal 5-10 cm, lalu disusul lapisan es lagi dan seterusnya. Antara ikan dengan dinding kotak diberi es, demikian juga antara ikan dengan penutup kotak.<br />
<br />
Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pananganan benih adalah sebagai berikut:<br />
1) Benih ikan harus dipilih yang sehat yaitu bebas dari penyakit, parasit dan tidak cacat. Setelah itu, benih ikan baru dimasukkan ke dalam kantong plastik (sistem tertutup) atau keramba (sistem terbuka).<br />
<br />
2) Air yang dipakai media pengangkutan harus bersih, sehat, bebas hama dan penyakit serta bahan organik lainya. Sebagai contoh dapat digunakan air sumur yang telah diaerasi semalam.<br />
<br />
3) Sebelum diangkut benih ikan harus diberok dahulu selama beberapa hari.<br />
Gunakan tempat pemberokan berupa bak yang berisi air bersih dan dengan aerasi yang baik. Bak pemberokan dapat dibuat dengan ukuran 1 m x 1 m atau 2 m x 0,5 m. Dengan ukuran tersebut, bak pemberokan dapat menampung benih ikan mas sejumlah 5000–6000 ekor dengan ukuran 3-5 cm. Jumlah benih dalam pemberokan harus disesuaikan dengan ukuran benihnya.<br />
<br />
4) Berdasarkan lama/jarak pengiriman, sistem pengangkutan benih terbagi menjadi dua bagian, yaitu:<br />
<br />
a. Sistem terbuka<br />
Dilakukan untuk mengangkut benih dalam jarak dekat atau tidak memerlukan waktu yang lama. Alat pengangkut berupa keramba. Setiap keramba dapat diisi air bersih 15 liter dan dapat untuk mengangkut sekitar 5000 ekor benih ukuran 3-5 cm.<br />
<br />
b. Sistem tertutup<br />
Dilakukan untuk pengangkutan benih jarak jauh yang memerlukan waktu lebih dari 4-5 jam, menggunakan kantong plastik. Volume media pengangkutan terdiri dari air bersih 5 liter yang diberi buffer Na2(hpo)4.1H2O sebanyak 9 gram. Cara pengemasan benih ikan yang diangkut dengan kantong plastik: (1) masukkan air bersih ke dalam kantong plastik kemudian benih; (3) hilangkan udara dengan menekan kantong plastik ke permukaan air; (3) alirkan oksigen dari tabung dialirkan ke kantong plastik sebanyak 2/3 volume keseluruhan rongga (air:oksigen=1:1); (4) kantong plastik lalu diikat. (5) kantong plastik dimasukkan ke dalam dos dengan posisi membujur atau ditidurkan. Dos yang berukuran panjang 0,50 m, lebar 0,35 m, dan tinggi 0,50 m dapat diisi 2 buah kantong plastik.<br />
<br />
Beberapa hal yang perlu diperhatikan setelah benih sampai di tempat tujuan adalah sebagai berikut:<br />
1) Siapkan larutan tetrasiklin 25 ppm dalam waskom (1 kapsul tertasiklin dalam 10 liter air bersih).<br />
2) Buka kantong plastik, tambahkan air bersih yang berasal dari kolam setempat sedikit demi sedikit agar perubahan suhu air dalam kantong plastik terjadi perlahan-lahan.<br />
3) Pindahkan benih ikan ke waskom yang berisi larutan tetrasiklin selama 1-2 menit.<br />
<br />
4) Masukan benih ikan ke dalam bak pemberokan. Dalam bak pemberokan<br />
benih ikan diberi pakan secukupnya. Selain itu, dilakukan pengobatan dengan tetrasiklin 25 ppm selama 3 hari berturut-turut. Selain tetrsikli dapat juga digunakan obat lain seperti KMNO4 sebanyak 20 ppm atau formalin sebanyak 4% selama 3-5 menit.<br />
5) Setelah 1 minggu dikarantina, tebar benih ikan di kolam budidaya.</div>Budidaya Pertanianhttp://www.blogger.com/profile/02468176543501833983noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5343438090319808433.post-1071713879868460582010-11-05T07:58:00.000-07:002010-12-13T07:35:54.051-08:00Tanaman Sukun<div style="text-align: justify;"><b>Tanaman Sukun</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tanaman sukun diduga berasal dari Asia Tenggara, khususnya di Indonesia. <u><b>Tanaman Sukun</b></u> saat ini telah menyebar ke seluruh wilayah tropis yang bertipe iklim basah. Namun sukun sesuai dengan buahnya yang tidak berbiji sama sekali.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><a href="http://budidaya-di.blogspot.com/2010/11/tanaman-sukun.html"><b>Tanaman Sukun</b></a> merupakan tanaman hutan yang tingginya mencapai 20 m. Kayunya lunak, kulit kayunya berserat kasar, dan semua bagian tanaman bergetah encer. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Bunga suku keluar dari ketiak daun pada ujung cabang dan ranting, tetapi masih dalam satu pohon (berumah satu). Bunga jantang berbentuk tongkat panjang yang biasa disebut ontel. Bunga Betina berbentu bulat bertangkai pendek yang biasa disebut babal. Bunga betina merupakan bunga majemuk sinkrapik seperti pada nangka. Kulit buah bertonjol rata sehingga tidak jelas yang merupakan bekas putik dari bungan sinkarpik tersebut.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Penyerbukan bunga berlangsung melalui angin, sedangkan serangga yang sering berkunjung kurang berperan dalam penyerbukan bunga. Pada buah sukun, walaupun penyerbukan berlangsung, tetapi pembuahannya mengalami kegagalan sehingga buah yang berbentu ktidak berbiji.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Buah sukun yang telah tua dapat direbus, digoreng, dibuat tepung, dibuat keripik, dan dapat dibuat tape melalui fermentasi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div>Budidaya Pertanianhttp://www.blogger.com/profile/02468176543501833983noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5343438090319808433.post-84120398762771371292010-10-24T20:39:00.000-07:002010-12-13T07:36:04.814-08:00Khasiat Kunyit<div style="text-align: justify;"><b>Khasiat Kunyit</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/_WtXCykFMI6Y/TMT70WT3XtI/AAAAAAAAACU/UC_3knn0D6w/s1600/Khasiat_Kunyit.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"></a><br />
Tanaman kunyit atau Curcuma Domestica Val adalah sejenis tanaman yang termasuk familia Zingiberaceae, tempat tumbuhnya terutama di pulau Jawa.<br />
<br />
Sebagai bahan obat, kunyit yang terpenting adalah bagian akar tinggal yang memiliki bau khas dan rasanya agak pahit.<br />
<br />
<b>Mikroskopik Kunyit:</b><br />
1).Berbentuk bulat atau jorong, bergaris tengah kurang lebih 5 cm, panjangnya sekitar 2 cm sampai 6 cm, lebarnya sekitar 1-3 cm.<br />
2).Bagian tepinya berkerut, bagian luar berwarna coklat muda sedang dan bagian dalam berwarna coklat muda kemerah-merahan.<br />
</div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: justify;"><b>Kandungan Zat pada Kunyit:</b><br />
a).Zat kuning kukumin<br />
b).Minyak Atsiri<br />
c).Hidrat arang, damar, gom dan pati.<br />
<br />
<a href="http://budidaya-di.blogspot.com/2010/10/khasiat-kunyit.html"><b>Khasiat Kunyit</b></a>, dengan dosis antara 8 gram sampai 12 gram, baik sekali digunakan untuk obat diare, karminativa, kolagoga dan skabisida.</div>Budidaya Pertanianhttp://www.blogger.com/profile/02468176543501833983noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5343438090319808433.post-47792326407432271302010-10-21T00:48:00.000-07:002010-12-13T07:36:13.234-08:00Tanaman Wortel<div style="text-align: justify;"><b>Tanaman Wortel</b></div><br />
<div style="text-align: justify;">Wortel atau bahasa Latinnya Aconilum napellus L. adalah sejenis tanaman yang termasuk familia Ranunculaceae, yang penting adalah umbinya yang biasa kita sebut wortel. Tempat pertumbuhannya di Indonesia terutama didataran-dataran tinggi seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan lain-lain, yang memiliki hawa dan udara yang sejuk dan lemba.<br />
<br />
Wortel mempunyai bau yang khas, pada mulanya akan terasa manis apabila digigit, namun kemudian akan terasa pedas.<br />
</div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: justify;"><b>Mikroskopik <a href="http://budidaya-di.blogspot.com/2010/10/tanaman-wortel.html">Tanaman Wortel</a></b>:<br />
a).Bentuk umbi/wortel adalah seperti kerucut memanjang, pada umumnya dibagian ujung makin meruncing, dan sering mempunyai anak umbi.<br />
b).Bagian luar berwarna coklat agak muda, dan bagian dalamnya berwarna merah kecoklatan.<br />
c).Banyak akar serabut/parutnya, panjang wortel sekitar 4 cm sampai 10 cm, lebar puncaknya 1,5 cm - 3 cm.<br />
<b><br />
Kandungan di dalam </b><b>Tanaman Wortel</b>:<br />
1).Alkaloida akonitina atau asetbencilakonin.<br />
2).Benzoilakonina, akonina dan neopelina.<br />
<br />
</div>Budidaya Pertanianhttp://www.blogger.com/profile/02468176543501833983noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5343438090319808433.post-84698980458056450832010-09-21T00:29:00.000-07:002010-12-13T07:36:20.212-08:00Bentuk Pertanian Konservasi<div style="text-align: justify;"><b>Bentuk Pertanian Konservasi</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
Sistem perladangan berpindah bagi sebagian ahli dianggap sebagai pemborosan dari sumberdaya alam, atau sangat primitif (FAO Staff 1957), dan dikenal secara relatif mempunyai ouput yang rendah per unit areanya. Hal ini kalau ditinjau dari segi ekonomi, tetapi mungkin karena perhatian terhadap sistem inilah yang masih sangat kurang, yang sebenarnya membutuhkan tindakan yang lebih spesifik untuk menjadi sistem yang dapat diterima, untuk menjadi alternatif sistem pertanian konservasi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
Perladangan berpindah tidak menyebabkan efek yang berbahaya terhadap lingkungan, bahkan mampu menyediakan alternatif yang aman dibandingkan dengan sistem pertanian lainnya di hutan tropis basah. Adapun kurangnya peningkatan produktivitas adalah merupakan konsekuensi dari pengabaian dari sistem ini di dalam kebanyakan penelitian pertanian. Hal ini bisa dilihat dari hasil penelitian Lahajir, yang menemukan bahwa hasil perladangan berpindah tidak sanggup lagi mencukupi kebutuhan subsisten mereka. Perladangan berpindah sebagai sistem pertanian yang menggunakan pemberaan sebagai hal yang utama dalam menjaga produktivitas. Sistem perladangan dikerjakan hanya 1 – 2 tahun dalam penanaman yang kemudian dilanjutkan dengan periode bera yang panjang.</div><div style="text-align: justify;"><br />
Erosi sudah lama disadari sebagai masalah utama dalam perladangan berpindah, tetapi sangat sedikit studi kuantitatif yang ada tentang erosi dari perladangan berpindah, sehingga masih begitu terbatas. Dari studi yang pernah dilakukan menunjukkan pembersihan lahan pada perladangan berpindah secara tradisional lebih rendah jumlah erosi dan kehilangan sedimin dari sistem dibandingkan pada beberapa bentuk pembersihan lahan (land clearing) dan sistem pengolahan tanah (tillage). Alasan rendahnya erosi adalah sangat pendiknya periode terbukanya tanah (setelah pembakaran, sebelum tanaman mantap), tanpa atau sedikit pengolahan tanah (tillage), dan dengan membentangkan pohon-pohon yang tidak terbakar secara horisontal terhadap kemiringan (slope). Dengan sedikit sedimin yang hilang dari sistem dan pemakaian bahan kimia yang terbatas sekali, maka sumberdaya air tidak terpengaruh secara serius.</div><div style="text-align: justify;"><br />
Selama penanam, nutrient kehilangan utamanya akibat pembakaran dan beberapa dari pencucian (leaching), tetapi hanya jumlah terbatas yang dipindahkan oleh tanaman sebagai sisa tanaman yang tertinggal di lapangan dan pertumbuhan kembali pada masa bera dapat menahan kembali nutrient.</div><div style="text-align: justify;"><br />
Peningkatan penyimpanan karbon dalam jangka panjang, kalau bisa sampai 20 – 50 tahun di dalam tanah, tanaman dan produksi tanaman mempunyai efek menguntungkan terhadap lingkungan dan pertanian. Lahan tanaman budidaya, padang gembalaan dan hutan dapat dikelola baik untuk aspek produksi maupun penyimpanan karbon. Kedua pendekatan pengelolaan lahan tersebut dapat dicapai dengan penerapan pengelolaan lahan yang sudah banyak dikenal seperti pengolahan tanah konservasi, pengelolaan unsur hara yang efisien, pengontrolan erosi, penggunaan tanaman penutup tanah, dan restorasi lahan-lahan terdegradasi.<br />
Konservasi lahan melalui pemberaan (fallow) yang panjang dapat dengan cepat meningkatkan penyimpanan karbon dalam tanah. Peningkatan bahan organik tanah secara global dalam jangka waktu yang lama akan mampu memberikan efek yang menguntungkan terhadap penurunan rata-rata peningkatan CO2 atmosfer dan peningkatan produktivitas tanah, khususnya dalam banyak areal tanah yang telah terdegradasi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
Pengolahan tanah merupakan kebudayaan yang tertua dalam pertanian dan tetap diperlukan dalam pertanian modern. Menurut Arsjad (1989), yang mendefinisikan pengolahan tanah sebagai setiap manipulasi mekanik terhadap tanah yang diperlukan untuk menciptakan keadaan tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Tujuan pengolahan tanah adalah untuk menyiapkan tempat pesemaian, tempat bertanam, menciptakan daerah perakaran yang baik, membenamkan sisa tanaman, dan memberantas gulma. Cara pengolahan tanah sangat mempengaruhi struktur tanah alami yang baik yang terbentuk karena penetrasi akar, apabila pengolahan tanah terlalu intensif maka struktur tanah akan rusak. Kebiasaan petani yang mengolah tanah secara berlebihan dimana tanah diolah sampai bersih permukaannya merupakan salah satu contoh pengolahan yang keliru karena kondisi seperti ini mengakibatkan butir tanah terdispersi oleh butir hujan, menyumbat pori-pori tanah. Untuk mengatasi pengaruh buruk pengolahan tanah, maka dianjurkan beberapa cara pengolahan tanah konservasi yang dapat memperkecil terjadinya erosi. </div><div style="text-align: justify;">Cara perladangan berpindah dengan :<br />
1. Tanpa olah tanah (TOT), tanah yang akan ditanami tidak diolah dan sisa-sisa tanaman sebelumnya dibiarkan tersebar di permukaan, yang akan melindungi tanah dari ancaman erosi selama masa yang sangat rawan yaitu pada saat pertumbuhan awal tanaman. Penanaman dilakukan dengan tugal<br />
2. Pengolahan tanah minimal, tidak semua permukaan tanah diolah, hanya barisan tanaman saja yang diolah dan sebagian sisa-sisa tanaman dibiarkan pada permukaan tanah<br />
3. Pengolahan tanah menurut kontur, pengolahan tanah dilakukan memotong lereng sehingga terbentuk jalur-jalur tumpukan tanah atau dengan melintangkan pohon yang tidak terbakar (logs) dan alur yang menurut kontur atau melintang lereng. Pengolahan tanah menurut kontur akan lebih efektif jika diikuti dengan penanaman menurut kontur juga yang memungkinkan penyerapan air dan menghindarkan pengangkutan tanah.<br />
Dari sistem perladangan berpindah, cara pengolahan tanah sudah diterapkan, sehingga dapat menggunakan sesuai dengan keperluan dan kemampuannya. Penyesuaian dengan ekologi setempat inilah yang menjadikan sistem perladangan berpindah dapat dikatakan sebagai sistem pertanian konservasi. Sistem ini memang perlu lebih ditingkatkan, atau diberikan sentuhan ilmu pengetahuan yang juga disesuaikan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
Berdasarkan penggunaan teknik tradisional, perladangan berpindah sangat sesuai dengan lingkungan dan dapat lebih berkelanjutan dari sistem pertanian permanen dalam kondisi tropis basah. Kebanyakan studi tentang perladangan berpindah telah memfokuskan pada efek terhadap praktek manajemen dan sangat sedikit penelitian yang telah dilakukan untuk peningkatan secara agronomi terhadap produksi tanaman di dalam sistem, karena sistem tersebut sudah melekat sebagai primitif dan anti pembangunan. Masalah lainnya, adalah bahwa perladangan berpindah lebih sering dibandingkan dengan kegiatan kehutanan (seperti agroforentry yang hampir sama dengan shifting cultivation) atau bahkan sumberdaya hutan daripada dengan sistem pertanian lainnya. Hal ini sangat tidak realistis untuk mengharapkan perladangan berpindah menjadi sama tidak berbahaya seperti hutan alami. Ini adalah sistem pertanian, yang dibuat dengan menggunakan hutan dan harus disadari seperti itu.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/_WtXCykFMI6Y/TNQXGsQwDTI/AAAAAAAAACY/hSeAoaWZqdE/s1600/bubidaya.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="46" src="http://2.bp.blogspot.com/_WtXCykFMI6Y/TNQXGsQwDTI/AAAAAAAAACY/hSeAoaWZqdE/s320/bubidaya.png" width="320" /></a></div></div>Budidaya Pertanianhttp://www.blogger.com/profile/02468176543501833983noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5343438090319808433.post-17135238575466257002010-05-15T11:37:00.000-07:002010-12-13T07:36:27.399-08:00Budidaya Kacang hijau<div style="text-align: justify;"><b>Budidaya Kacang hijau</b><br />
<br />
Kacang hijau adalah sejenis tanaman budidaya dan palawija yang dikenal luas di daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk suku polong-polongan (Fabaceae) ini memiliki banyak manfaat dalam kehidupan sehari-hari sebagai sumber bahan pangan berprotein nabati tinggi. Kacang hijau di Indonesia menempati urutan ketiga terpenting sebagai tanaman pangan legum, setelah kedelai dan kacang tanah.</div><div style="text-align: justify;">Bagian paling bernilai ekonomi adalah bijinya. Biji kacang hijau direbus hingga lunak dan dimakan sebagai bubur atau dimakan langsung. Biji matang yang digerus dan dijadikan sebagai isi onde-onde, bakpau, atau gandas turi. Kecambah kacang hijau menjadi sayuran yang umum dimakan di kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara dan dikenal sebagai tauge. Kacang hijau bila direbus cukup lama akan pecah dan pati yang terkandung dalam bijinya akan keluar dan mengental, menjadi semacam bubur. Tepung biji kacang hijau, disebut di pasaran sebagai tepung hunkue, digunakan dalam pembuatan kue-kue dan cenderung membentuk gel. Tepung ini juga dapat diolah menjadi mi yang dikenal sebagai soun.<br />
<br />
<br />
Kandungan gizi yang terdapat dalam kacang hijau, antara lain; dalam 110 gram kacang hijau mengandung 345 kalori, 22,2 gram protein, 1,2 gram lemak, vitamin A, B1, 1,157 IU, mineral berupa fosfor, zat besi, dan mg. Nah, selain kandungan gizi/vitamin, kacang hijau ternyata bisa menyembuhkan penyakit beri-beri, radang ginjal, melancarkan pencernaan, tekanan darah tinggi, mengatasi keracunan alkohol, pestisida, timah hitam, mengatasi gatal karena biang keringat, muntaber, menguatkan fungsi limpa dan lambung, impotensi, TBC paru-paru, jerawat, mengatasi flek hitam di wajah, dll.<br />
<br />
Kacang hijau juga bisa menurunkan demam, bahkan menurut hasil penelitian, kacang hijau adalah penurun demam yang terbaik bila dibandingkan dengan penurun demam dari ramuan tradisional lainnya. Hebatnya lagi, biar direbus lama, sampai hancur, kacang hijau tetap berkhasiat, tidak terpengaruh dengan panas. Berbeda dengan kacang, sayur, buah, dan bahan ramuan tradisional lainnya yang bila direbus terlalu lama, akan menurunkan khasiat pengobatannya. Di kala obat-obatan sedang mahal harganya, apa salahnya mencoba resep tradisional dari kacang hijau ini. Inilah beberapa resep di antaranya.<br />
<br />
<b>Peluruh kencing</b><br />
Rebus 30 gram kacang hijau dengan 30 gram daun sendok dalam air 400 cc. Ramuan dimasak dalam periuk tanah sampai matang. Sesudah dingin, tambahkan madu secukupnya. Minum ramuan ini secara teratur sampai kencing tidak tersendat-sendat lagi.<br />
<br />
<b>Sakit perut</b><br />
Banyak resep tradisional untuk mengatasi sakit perut, mulai dari daun jambu biji yang sudah terbukti ampuh dan ramuan lainnya. Sekali ini coba resep dari kacang hijau. Rebus 60 gram kacang hijau tambahkan 15 biji merica, 3 gram kayu manis, 3 gram pala, 3 gram kapulaga, 3 gram cengkih, dan 2 ruas jahe. Semua bahan direbus dengan air 1 liter. Panaskan terus sampai menjadi larutan sebanyak 1/2 liter, lalu minum teratur.<br />
<br />
<b>Biang keringat anak-anak</b><br />
Anak-anak yang terkena biang keringat sering rewel, wajar karena merasa gatal. Coba resep kacang hijau ini. Rebus 60 gram kacang hijau yang sudah dijadikan bubuk dulu, lalu tambahkan 50 gram tanaman krokot, rebus dengan air secukupnya. Setelah matang, saring, lalu minumkan 3 kali sehari.<br />
<br />
<b>Bisul</b><br />
Aduh, jengkelnya bila terserang bisul. Apalagi bila bisul itu bercokol di bagian bokong, mau duduk saja sulitnya bukan main. Banyak obat untuk bisul yang umumnya untuk pengobatan luar alias dioleskan pada tubuh yang ditumbuhi bisul. Nah, resep ini untuk pengobatan bisul dari dalam. Rebus 50 gram kacang merah kecil dengan 50 gram kacang hijau, 50 gram kacang hitam dan 2 ruas jahe. Semua bahan, kecuali jahe, direbus. Jahe direbus tersendiri dan hasil rebusan jahe dicampurkan ke rebusan kacang-kacangan tadi. Lalu minum teratur. Namun, ramuan ini hanya untuk bisul yang belum matang. Kalau bisul sudah matang, harus ditambahkan lagi madu.<br />
<br />
<b>Menguatkan seksualitas pria</b><br />
Banyak sekali resep tradisional ditulis untuk mengatasi penyakit yang mengakibatkan pria tidak perkasa, mulai dari berbagai jamu sampai obat yang diimpor dengan harga — tentu saja — mahal. Bagaimana kalau mencoba resep kacang hijau plus ini? Rebus 30 gram kacang hijau bersama-sama 2 ruas jahe, 15 gram merica, 15 gram adas, 15 gram pulosari, 15 gram biji kucai, 15 gram biji paria, dan 15 gram biji ketumbar. Semua bahan direbus dengan air 600 cc dan jadikan 300 cc, minum teratur sampai terbukti khasiatnya.<br />
<br />
<b>Rambut rontok</b><br />
Rambut Anda sedikit demi sedkit rontok? Coba resep ini. Kacang hijau direbus dengan 1 gelas air. Perhatikan saat merebus jangan sampai kacangnya pecah. Jadi setelah tampak agak matang, tetapi tidak pecah, segera angkat. Setelah dingin, air rebusan kacang hijau ini digunakan untuk membasahi kulit kepala sembari dipijit-pijit beberapa lama. Biarkan kering, baru keramas.<br />
<br />
Mag<br />
Ramuan untuk mengatasi penyakit mag lumayan banyak. Setiap penderita merasa cocok dengan salah satu resep. Yang ini resep mengatasi penyakit mag dengan kacang hijau. Sekira 1/4 kg kacang hijau dijemur sampai kering lalu tumbuk sampai halus. Setelah itu ambil 1 sendok makan bubuk kacang hijau, lalu seduh dengan air hangat secukupnya, minum teratur.<br />
<br />
<b>Varises</b><br />
Varises adalah tonjolan-tonjolan di bagian kaki. Kemunculan varises memang mengganggu keindahan kaki. Coba resep ini, 1 genggam kacang hijau direbus dengan 2 gelas air. Biarkan sampai airnya susut sebanyak 1 gelas. Minum rebusan ini 2 kali sehari, pagi dan menjelang tidur. Selain itu, saat akan tidur, angkat kaki dan tempatkan di tempat yang lebih tinggi dari kepala, diamkan selama 10 menit, lakukan dengan rajin sembari minum rebusan kacang hijau.<br />
<br />
<b>Bayi demam</b><br />
Berikan 1 gelas air rebusan kacang hijau ditambah 1 sendok makan madu untuk bayi yang terserang demam. Berikan rebusan ini sesendok demi sesendok.<br />
<br />
Bagi Anda yang hanya ingin mengonsumsi kacang hijau dengan cara dijadikan bubur, coba lakukan tips sederhana ini. Semua ibu rumah tangga sudah paham betul bahwa menggodok kacang hijau itu tidak sebentar, perlu makan waktu sampai kacang lunak betul. Bagaimana caranya supaya kacang cepat lunak? Rebus kacang sampai mendidih, lalu angkat. Diamkan beberapa lama sampai agak dingin. Setelah itu rebus kembali untuk kedua kalinya. Nah, hasilnya kacang hijau cepat lunak. Jadi mengirit waktu dan BBM.<br />
<br />
<br />
<span style="font-size: large;"><b>Budidaya Kacang Hijau</b></span><br />
<br />
Syarat Tumbuh Kacang Hijau<br />
a. Tanah<br />
* Tekstur : Liat berlempung banyak mengandung bahan organik, aerasi dan drainase yang baik.<br />
* Struktur tanah gembur<br />
* Ph 5,8 7,0 optimal 6,7<br />
<br />
b. Iklim<br />
* Curah hujan optimal 50 - 200 mm/bln<br />
* Temperatur 25o - 27o C dengan kelembaban udara 50 - 80% dan cukup mendapat sinar matahari.<br />
<br />
<b>2. Teknologi Budidaya</b><br />
<br />
Pengelolaan Tanah<br />
* Pada lahan sawah bekas tanaman padi tidak dilakukan pengolahan tanah<br />
( TOT). Penyiapan lahan yang baik dilakukan sebelum tanam.<br />
* Pada tanah bertekstur ringan tidak perlu dilakukan pengolahan tanah.<br />
* Pada lahan kering (tegalan) pengolahan tanah dilakukan intensif dibersihkan dari rumput, dicangkul hingga gembur (untuk tanah tegalan yang berat pembajakan dilakukan sedalam 15-20 cm), dibuat petakan 3-4 m.<br />
* Tanah tegalan bekas tanaman jagung, kedelai atau padi gogo perlu pengolahan tanah minimal.<br />
* Pemberian mulsa jerami sekitar 5 ton/ha agar dapat menekan pertumbuhan gulma, mencegah penguapan air dan perbaikan struktur tanah.<br />
<br />
Penanaman Kacang Hijau<br />
* Waktu Tanam<br />
Pada lahan sawah tanaman kacang hijau ditanam pada musim kemarau setelah padi. Sedangkan dilahan tegalan dilakukan pada awal musim hujan.<br />
<br />
* Cara Tanam<br />
Benih ditanam dengan cara tugal, dengan jarak 40 cm x 10 cm atau 40 cm x 15 cm, tiap lubang diisi 2 biji.<br />
<br />
Pemupukan<br />
* Pada lahan sawah bekas tanaman padi tidak perlu dilakukan pemupukan.<br />
* Pada lahan kering diperlukan pemupukan dengan NPK.<br />
* Pada tanah yang kurang subur dilakukan pemupukan 45 kg Urea + 45 - 90 kg TSP + 50 kg KCL/ha.<br />
* Penambahan pupuk organik seperti pupuk kompos, pupuk kandang dapat meningkat kapasitas menahan air didalam tanah.<br />
<br />
Pengairan <br />
* Tanaman kacang hijau relatif tahan kering, namun tetap memerlukan pengairan terutama pada periode kritis pada waktu perkecambahan, menjelang berbungan dan pembentukan polong.<br />
<br />
Penyiangan<br />
* Penyiangan dilakukan seawal mungkin karena kacang hijau tidak tahan bersaing dengan gulma. Penyiangan dilakukan 2 kali pada umur 2 dan 4 minggu.<br />
<br />
<b>Pengendalian hama dan penyakit Kacang Hijau</b><br />
1. Hama<br />
* Hama yang sering menyerang adalah agromyza phaseolli (lalat kacang) meruca testualitis, spidoptera sp, Plusia chalsites (ulat) dan kutu trips.<br />
* Pengendalian hama dilakukan dengan menggunakan varietas unggul yang tahan hama penyakit.<br />
* Penggunaan pestisida dilakukan apabila serangan hama tidak dapat dikendalikan dengan cara biologi.<br />
<br />
2. Penyakit <br />
* Penyakit kacang hijau yang sering ditemui antara lain Scierotium rolfsii, Cercospora Canescens (bercak daun).<br />
* Pengendalian dilakukan dengan menanam varietas yang tahan penyakit atau dengan menggunakan fungisida.<br />
<br />
<b>3. Panen dan Pasca panen Budidaya Kacang Hijau</b><br />
a. Panen<br />
Kacang hijau dipanen sesuai dengan umur varietas, Tanda-tandaq lain bahwa kacang hijau telah siap untuk di panen adalah berubahnya warna polong dari hijau menjadi hitam atau coklat dan kering. Keterlambatan panen dapat mengakibatkan polong pecah saat dilapangan. Panen dilakukan dengan cara dipetik. Panen dapat dilakukan satu, dua atau tiga kali tergantung varietas. Jarak antara panen kesatu dan ke dua 3-5 hari.<br />
<br />
b. Pasca Panen<br />
Pengeringan polong dilakukan selama 2-3 hari dibawah sinar matahari. Pembijian dilakukan secara manual yaitu dipukul-pukul dengan tongkat kayu. Pembijian dilakukan di dalam kantong atau karung untuk menghindari kehilangan hasil. Pembersihan niji dari kulit polong dilakukan dengan tampi. Sebelum disimpan biji kacang hijau di jemur kembali sampai mencapai kering simpan yaitu kadar air 8 - 10 %.<br />
<br />
<br />
Sumber:<br />
<br />
http://sulsel.litbang.deptan.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=143:budidaya-kacang-hijau&catid=48:panduanpetunjuk-teknis-leaflet&Itemid=53<br />
<br />
http://racik.wordpress.com/2007/04/07/kacang-hijau-sembuhkan-berbagai-penyakit/<br />
<br />
http://id.wikipedia.org/wiki/Kacang_hijau<br />
<br />
</div>Budidaya Pertanianhttp://www.blogger.com/profile/02468176543501833983noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5343438090319808433.post-20260702287315719372010-05-15T11:20:00.000-07:002010-12-13T07:36:29.955-08:00Persyaratan Umum Karantina Hewan<div style="text-align: justify;"><b>Persyaratan Umum Karantina Hewan </b></div><div style="text-align: justify;"><br />
Media pembawa yang dimasukan/dikeluarkan ke/dari dalam wilayah Negara Republik Indonesia, wajib :</div><div style="text-align: justify;"> 1. Dilengkapi sertifikasi kesehatan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang dari negara/daerah asal dan negara/daerah transit.</div><div style="text-align: justify;"> 2. Dilengkapi surat keterangan asal dari tempat asalnya bagi media pembawa yang tergolong benda lain. <br />
3. Melalui tempat pemasukan dan pengeluaran yang telah ditetapkan.<br />
4. Dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina hewan di tempat pemasukan atau tempat pengeluaran untuk keperluan tindakan karantina.<br />
<br />
Referensi: bkppontianak.web.id<br />
<br />
</div>Budidaya Pertanianhttp://www.blogger.com/profile/02468176543501833983noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5343438090319808433.post-18194152755588527612010-05-15T11:05:00.001-07:002010-12-13T07:36:33.964-08:00Pemijahan (Ovulasi) Ikan<div style="text-align: justify;"><b>Pemijahan (Ovulasi) Ikan</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
<b>Persiapan tempat pemijahan </b></div><div style="text-align: justify;"><br />
Sebagian besar ikan memerlukan jenis substrat tertentu sebagai sarang untuk tempat pemijahan. Tempat pemijahan dapat berupa cekungan, batu-batuan, vegetasi, lumpur, sarang busa dan sebagainya (Helfman et al., 1997). Keberhasilan proses pemijahan berhubungan erat dengan keberadaan substrat. Jika substrat yang sesuai tidak ditemukan, maka proses pemijahan akan mengalami kegagalan atau penundaan (Stacey, 1984).</div><div style="text-align: justify;"><br />
<b>Ikan</b> Nocomis sp., Semotilus sp. dan Exoglossum sp. biasanya membuat sarang dengan membuat timbunan kerikil, telur diletakkan di sela-sela kerikil kemudian ditimbun lagi dengan kerikil baru. Kemudian sarang akan dijaga oleh ikan jantan (Helfman et al., 1997). Ikan sepat (Trichogaster pectoralis) dan ikan cupang (Betta imbilis) membuat sarang busa sebelum memijah. Pemijahan berlangsung di bawah sarang busa, kemudian telur-telur yang diserakkan diletakkan diantara sarang busa. Ikan jantan akan menjaga telur-telur tersebut sampai menetas.</div>Budidaya Pertanianhttp://www.blogger.com/profile/02468176543501833983noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5343438090319808433.post-53708954951475868282010-05-09T22:08:00.000-07:002010-12-13T07:36:45.436-08:00Budidaya Jamur Tiram<div style="text-align: justify;"><b>Budidaya Jamur Tiram</b></div><div style="text-align: justify;">Di alam bebas, jamur tiram bisa dijumpai hampir sepanjang tahun di hutan pegunungan daerah yang sejuk. Tubuh buah terlihat saling bertumpuk di permukaan batang pohon yang sudah melapuk atau pokok batang pohon yang sudah ditebang karena jamur tiram adalah salah satu jenis jamur kayu. Untuk itu, saat ingin membudidayakan jamur ini, substrat yang dibuat harus memperhatikan habitat alaminya.Dalam budidaya jamur tiram dapat digunakan substrat, seperti kompos serbuk gergaji kayu, ampas tebu atau sekam. Hal yang perlu diperhatikan dalam budi daya jamur tiram adalah faktor ketinggian dan persyarataan lingkungan, sumber bahan baku untuk substrat tanam dan sumber bibit.Miselium dan tubuh buahnya tumbuh dan berkembang baik pada suhu 26-30 °C. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) mulai dibudidayakan pada tahun 1900. Budidaya jamur ini tergolong sederhana.Jamur tiram biasanya dipeliharan dengan media tanam serbuk gergaji steril yang dikemas dalam kantung plastik.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div style="text-align: justify;">Media tanam Pleurotus ostreatus yang digunakan adalah jerami yang dicampur dengan air, dedak 10% dan kapur 1%.Fungsi dari jerami adalah sebagai bahan dasar dari pertumbuhan jamur. Jerami mengandung lignin, selulosa, karbohidrat, dan serat yang dapat didegradasi oleh jamur menjadi karbohidrat yang kemudian dapat digunakan untuk sintesis protein.Air pada jerami berfungsi sebagai pembentuk kelembapan dan sumber air bagi pertunbuhan jamur. Dedak dan kapur merupakan bahan tambahan pada media tanam Pleurotus ostreatus. Dedak ditambahkan pada media untuk meningkatkan nutrisi media tanam, terutama sebagai sumber karbohidrat, karbon, dan nitrogen.Kapur merupakan sumber kalsium bagi pertumbuhan jamur. Selain itu juga kapur berfungsi untuk mengatur pH media pertumbuhan jamur.<br />
<br />
</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div style="text-align: justify;">Selain jerami, ada beberapa media lain yang dapat digunakan seperti media serbuk gergaji yang mengandung selulosa, lignin, pentosan, zat ekstraktif, abu, jerami padi, media limbah kapas, alang-alang, daun pisang, tongkol jagung, klobot jagung, gabah padi, dan lain sebagainya. Tetapi, tetap saja pertumbuhan yang paling baik ada di media serbuk gergaji dan merang.Penyebabnya adalah karena jumlah lignoselulosa, lignin, dan serat pada serbuk gergaji dan merang memang lebih tinggi.Sebagai contohnya dalam pembuatan media jerami padi, bahan-bahan yang digunakan adalah 15-20% jerami padi, 2.5% bekatul kaya karbohidrat, karbon, dan vitamin B komplek yang bisa mempercepat pertumbuhan dan mendorong perkembangan tubuh buah jamur, 1-1.5% kalsium karbonat atau kapur menetralkan media sehingga dapat ditumbuhi oleh jamur (pH 6,8 – 7,0).Selain itu, kapur juga mengandung kalsium sebagai penguat batang / akar jamur agar tidak muda rontok.0.5% gips dapat memperkokoh struktus suatu bahan campuran, dan terakhir 0.25% pupuk TS sebagai nutrisi.<br />
<br />
<br />
Budi daya jamur tiram menggunakan substrat jerami dengan tahapan sebagai berikut: pembuatan media tanam dilakukan dengan memotong jerami menjadi berukuran 1-2 cm. Rendam jeraminya selama semalaman.Setelah itu, ditiriskan airnya sebelum ditambahkan dedak 10% dan kapur 1% sebagai zat hara pertumbuhan jamur.Semua bahan diaduk rata dan campuran bahan tadi dimasukkan ke dalam plastik yang tahan panas hingga terisi 2/3 bagian.Baru kemudian dipadatkan (dipukul-pukul dengan botol kaca).Setelah cukup padat, leher plastik bagian atas dimasukkan pipa paralon dan dibagian tengah media subtrat diberi lubang dan ditancapkan tips.Selanjutnya ditutupi dengan kapas lalu media substrat dilapisi dengan kertas dan diikat dengan karet.<br />
<br />
Media tersebut disterilisasi pada 121˚C selama 20 menit di dalam auoklaf untuk memastikan bahwa tidak ada kontaminan yang tumbuh yang mungkin akan mengganggu pertumbuhan jamur.Setelah steril, media substrat dibuka secara aseptis, lalu tips di tengah-tengah media dan kapas diambil dengan pinset steril.Lubang yang terbentuk diisi dengan bibit jamur tiram yang ditumbuhkan pada biji sorgum pada botol (aseptis).Lalu media ditutup kapas lagi dan dibungkus dengan kertas.Media substrat diinkubasi pada suhu ruang selama beberapa minggu hingga tumbuh miselium.Setelah tumbuh miselium, kapas pada media dibuang dan media dibiarkan terbuka.Semprotkan air setiap hari pada tempat pertumbuhan jamur agar kondisi sekitar lembab dan mendukung pertumbuhannya.Tubuh buah jamur akan tumbuh secara perlahan-lahan ketika media lembab dalam waktu sekitar 1 bulan lebih.Tubuh buah yang sudah cukup besar diambil dan ditimbang untuk diamati pertumbuhannya setiap minggu.<br />
<br />
Referensi: http://id.wikipedia.org/wiki/Jamur_tiram</div>Budidaya Pertanianhttp://www.blogger.com/profile/02468176543501833983noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5343438090319808433.post-61441170167512434662010-05-01T07:32:00.001-07:002010-05-01T07:32:21.999-07:00Pembuahan (Fertilisasi) Pada Ikan<div style="text-align: justify;"><b>Pembuahan (Fertilisasi) Pada Ikan</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
Pembuahan adalah bersatunya oosit (telur) dengan sperma membentuk zigot. Pada proses pembuahan ini terjadi percampuran inti sel telur dan inti sperma. Kedua inti ini masing-masing mengandung gen (pembawa sifat keturunan) sebanyak satu sel (haploid).</div><div style="text-align: justify;"><br />
Hanya satu sperma yang dibutuhkan untuk membuahi satu sel telur (monosperm). Meskipun berjuta-juta spermatozoa dikeluarkan pada saat pemijahan dan menempel pada sel telur tetapi hanya satu yang dapat melewati mikrofil, satu-satunya lubang masuk spermatozoa pada sel telur. Kepala spermatozoa menerobos mikrofil dan bersatu dengan inti sel telur, sedangkan ekornya tertinggal pada saluran mikrofil tersebut dan berfungsi sebagai sumbat untuk mencegah spermatozoa yang lain masuk.</div><div style="text-align: justify;"><br />
Cara lain yang digunakan sel telur mencegah sperma lain masuk adalah terjadinya reaksi kortikal mikrofil menjadi lebih sempit dan spermatozoa yang bertumpuk pada saluran mikrofil terdorong keluar. Reaksi korteks juga berfungsi membersihkan korion dari spermatozoa yang melekat karena akan mengganggu proses pernafasan zigot yang sedang berkembang.</div><div style="text-align: justify;"><br />
Ada beberapa hal yang mendukung berlangsungnya pembuahan yaitu spermatozoa yang tadinya tidak bergerak dalam cairan plasmanya, akan bergerak setelah bersentuhan dengan air dan dengan bantuan ekornya, bergerak ke arah telur. Selain itu, telur mengeluarkan zat gimnogamon yang berperan menarik spermatozoa ke arahnya.<br />
</div>Budidaya Pertanianhttp://www.blogger.com/profile/02468176543501833983noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5343438090319808433.post-63476686383467337122010-05-01T07:12:00.001-07:002010-05-01T07:12:20.102-07:00Perkembangan Gamet Jantan Pada Ikan<div style="text-align: justify;"><b>Perkembangan Gamet Jantan Pada Ikan</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
Alat kelamin jantan meliputi kelenjar kelamin dan saluran-salurannya. Kelenjar kelamin jantan disebut testis. Pembungkus testikular yang mengelilingi testis, secara luas menghubungkan jaringan-jaringan testis, membentuk batasan-batasan lobular yang mengelilingi germinal epithelium. Spermatozoa dihasilkan dalam lobule yang dikelilingi sel-sel sertoli yang mempunyai fungsi nutritif.</div><div style="text-align: justify;"><br />
Saluran sperma terdiri dari dua bagian. Bagian pertama berbatasan dengan testis, berguna untuk membuka lobule (juxta-testicular part) dan bagian lainnya adalah saluran sederhana yang menghubungkan bagian posterior testis ke genital papilla. Pada beberapa ikan, misalnya ikan salmon, tidak memiliki kantung seminal, tetapi pada bagian luar saluran sperma terdapat sel-sel yang berfungsi mengatur komposisi ion-ion cairan seminal dan mensekresi hormon.</div>Budidaya Pertanianhttp://www.blogger.com/profile/02468176543501833983noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5343438090319808433.post-58435755798603213302010-04-25T06:51:00.001-07:002010-04-25T06:51:46.883-07:00Perkembangan Gamet Betina Pada Ikan<div style="text-align: justify;"><b>Perkembangan Gamet Betina Pada Ikan</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
Perkembangan gamet betina atau disebut juga oogenesis terjadi di dalam ovarium. Oogenesis diawali dengan perkembangbiakan oogonium beberapa kali melalui pembelahan mitosis, untuk memasuki tahap oosit primer. Selanjutnya terjadi pembelahan meiosis I, membentuk oosit sekunder dan polar body I melalui proses meiosis II oosit sekunder membelah menjadi oosit dan polar body II.</div><div style="text-align: justify;"><br />
Oogenesis adalah proses kompleks yang secara keseluruhan merupakan pengumpulan kuning telur. Secara substansial, kuning telur terdiri atas tiga bentuk yaitu : kantung kuning telur (yolk vesicle), butiran kuning telur (yolk globule) dan tetesan minyak (oil droplet). Kantung kuning telur berisi glikoprotein dan pada perkembangan selanjutnya, menjadi kortikal alveoli. Butir-butir kuning telur terdiri atas lipoprotein, karbohidrat dan karoten. Oil droplet secara umum terdiri atas gliserol dan sejumlah kecil kolesterol.</div>Budidaya Pertanianhttp://www.blogger.com/profile/02468176543501833983noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5343438090319808433.post-60933496270014512172010-04-24T19:09:00.000-07:002010-04-24T19:11:55.808-07:00Budidaya Kentang - Budidaya Tanaman<div style="text-align: justify;"><b>Budidaya Kentang - Budidaya Tanaman</b><br />
<br />
Di bawah ini adalah daftar hasil pencarian di internet sesuai lewat google tentunya, dengan kata kunci yang Anda gunakan - <b>Budidaya Kentang</b>-, Klik pada judul hasil pencarian untuk membaca informasi lebih detail mengenai <i><b>Budidaya Kentang</b></i>, Kata kunci yang mungkin terkait adalah: <i><b>Budidaya Tanaman Kentang</b></i>, <b>budidaya kentang ebook</b>, <i><b>petunjuk praktis budi daya kentang</b></i>:<br />
<br />
<br />
<b><a href="http://budidaya-di.blogspot.com/2010/04/budidaya-kentang-budidaya-tanaman.html">BUDIDAYA KENTANG</a></b><br />
<br />
PENDAHULUAN<br />
Kentang (Solanum tuberosum L) merupakan sumber utama karbohidrat, sehingga menjadi komoditi penting. PT. NATURAL NUSANTARA berupaya meningkatkan produksi kentang nasional secara kuantitas, kualitas dan tetap berdasarkan kelestarian lingkungan (Aspek 3K).<br />
<br />
SYARAT PERTUMBUHAN<br />
2.1. Iklim<br />
Curah hujan rata-rata 1500 mm/tahun, lama penyinaran 9-10 jam/hari, suhu optimal 18-21 °C, kelembaban 80-90% dan ketinggian antara 1.000-3.000 m dpl.<br />
<br />
Source: http://teknis-budidaya.blogspot.com/2007/10/budidaya-kentang.html<br />
<br />
<a href="http://www.blogger.com/goog_1061297839"><b><br />
</b></a><br />
<a href="http://budidaya-di.blogspot.com/2010/04/budidaya-kentang-budidaya-tanaman.html"><b>Budidaya Kentang</b></a><b> </b><br />
( Solanun tuberosum L. )<br />
<br />
I. UMUM<br />
<br />
1.1. Sejarah Singkat<br />
Tanaman ini berasal dari daerah subtropis di Eropa yang masuk ke Indonesia pada saat bangsa Eropa memasuki Indonesia di sekitar abad ke 17 atau 18.<br />
<br />
1.2. Sentra Penanaman<br />
Sentra tanaman yang utama adalah Lembang dan Pangalengan (Jawa Barat), Magelang (Jawa Timur), Bali. Produksi kentang pada tahun 1998 mencapai 1.011.316 ton.<br />
<br />
1.3. Jenis Tanaman<br />
<br />
Kentang (Solanum tuberosum L) termasuk jenis tanaman sayuran semusim, berumur pendek dan berbentuk perdu/semak. Kentang termasuk tanaman semusim karena hanya satu kali berproduksi, setelah itu mati. Umur tanaman kentang antara 90-180 hari.<br />
<br />
Source: http://dimasadityaperdana.blogspot.com/2009/06/budidaya-kentang.html<br />
<br />
<a href="http://www.blogger.com/goog_1061297843"><br />
</a><br />
<b><a href="http://budidaya-di.blogspot.com/2010/04/budidaya-kentang-budidaya-tanaman.html">Budidaya Tanaman Kentang</a></b><br />
<br />
PENDAHULUAN<br />
<br />
Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman dari suku Solanaceae yang memiliki umbi batang yang dapat dimakan dan disebut "kentang" pula. Umbi kentang sekarang telah menjadi salah satu makanan pokok penting di Eropa walaupun pada awalnya didatangkan dari Amerika Selatan.<br />
<br />
Penjelajah Spanyol dan Portugis pertama kali membawa ke Eropa dan mengembangbiakkan tanaman ini pada abad XVI. Dengan cepat menu baru ini tersebar di seluruh bagian Eropa. Dalam sejarah migrasi orang Eropa ke Amerika, tanaman ini pernah menjadi pemicu utama perpindahan bangsa Irlandia ke Amerika pada abad ke-19, di kala terjadi wabah penyakit umbi di daratan Irlandia yang diakibatkan oleh jenis jamur yang disebut ergot.<br />
<br />
Source:http://cerianet-agricultur.blogspot.com/2008/11/budidaya-kentang.html<br />
<br />
<a href="http://www.blogger.com/goog_1061297848"><b><br />
</b></a><br />
<a href="http://budidaya-di.blogspot.com/2010/04/budidaya-kentang-budidaya-tanaman.html"><b>Teknis Budidaya Kentang</b></a><br />
<br />
Kentang (Solanum tuberosum L) merupakan sumber utama karbohidrat, sehingga menjadi komoditi penting. PT. NATURAL NUSANTARA berupaya meningkatkan produksi kentang nasional secara kuantitas, kualitas dan tetap berdasarkan kelestarian lingkungan (Aspek 3K). <br />
<br />
Source: http://go-organik-2010.blogspot.com/2008/08/teknis-budidaya-kentang.html<br />
<br />
<br />
<a href="http://budidaya-di.blogspot.com/2010/04/budidaya-kentang-budidaya-tanaman.html"><b>Syarat Tumbuh Tanaman Kentang</b></a><br />
<br />
Kentang (Solanum tuberosum L) merupakan sumber utama karbohidrat, sehingga menjadi salah satu komoditi penting. Kentang juga merupakan komoditas hortikultura yang paling berpeluang untuk pengembangan agribisnis dan agroindustri dibandingkan dengan komoditas hortikultura lainnya. Besarnya peluang ini disebabkan harga kentang relatif stabil, potensi bisnisnya tinggi, segmen usaha dapat dipilih sesuai dengan modal, pasar terjamin dan pasti.<br />
<br />
Konsumsi kentang untuk pasar tradisional mencakup 90 persen dari total pasar kentang di Indonesia, belum lagi peluang pasar lainnya seperti : pasar swalayan, restoran dan untuk bahan baku industri.<br />
<br />
Tanaman kentang dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian antara 1.000-3.000 m dpl, curah hujan rata-rata 1500 mm/tahun, lama penyinaran 9-10 jam/hari, suhu optimal 18-21 °C, kelembaban 80-90% dan ketinggian antara 1.000-3.000 m dpl.<br />
<br />
Media yang cocok untuk budidaya tanaman kentang, yakni media tanah dengan struktur remah, gembur, banyak mengandung bahan organik, berdrainase baik dan memiliki lapisan olah yang dalam dan pH antara 5,8-7,0.<br />
<br />
Source: http://www.ideelok.com/budidaya-tanaman/kentang</div>Budidaya Pertanianhttp://www.blogger.com/profile/02468176543501833983noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5343438090319808433.post-44692840087368498702010-04-24T18:27:00.000-07:002010-04-24T18:27:27.482-07:00Kebutuhan Lingkungan untuk Memijah (trigger) Ikan<div style="text-align: justify;"><b>Kebutuhan Lingkungan untuk Memijah (trigger) Ikan</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pemijahan ikan dipengaruhi oleh faktor eksternal (eksogenous) dan internal (endogenous). Kedua faktor tersebut berpengaruh terhadap pematangan gonad akhir dan ovulasi oosit. Faktor eksternal yang mempengaruhi reproduksi yaitu pendorong dan penghambat hormon gonadotropin, gonadotropin pra ovulasi dan respon ovarium terhadap GtH. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi pemijahani adalah photo periode, suhu, substrat untuk pemijahan dan hubungan dengan individu lain (faktor sosial) (Stacey, 1984). </div><div style="text-align: justify;"><br />
Pada sebagian besar ikan teleostei, adanya perbedaan antara faktor eksternal dan internal akan mendorong ikan melakukan strategi reproduksi tertentu. Fuktuasi kondisi lingkungan dapat mempengaruhi aktifitas neuroendokrin dan endokrin. Sementara itu neuroendokrin dan endokrin berperan penting dalam merangsang pematangan akhir oosit dirangsang oleh (Jalabert, 1976 dalam Stacey, 1984). </div><div style="text-align: justify;"><br />
Pada banyak kasus reproduksi ikan, sering ditemukan bahwa proses ovulasi ikan tidak dapat berlangsung, meskipun proses vitellogenesis sudah sempurna. Keberhasilan proses ovulasi ditentukan oleh mekanisme fisiologi, proses metabolisme dan kesesuaian dengan faktor eksternal (kehadiran pejantan, substrat untuk pemijahan, rendahnya ancaman predator dan sebagainya). Namun demikian informasi tentang peran faktor eksternal dalam proses reproduksi masih sangat terbatas.</div><div style="text-align: justify;"><br />
Menurut Stacey (1984), beberapa faktor eksternal yang berperan penting bagi keberhasilan proses reproduksi adalah:</div><div style="text-align: justify;"><br />
<b>1. Photo periode</b><br />
Proses ovulasi pada beberapa ikan teleostei menunjukkan hubungan yang erat dengan photoperiod. Ikan Oryzias latipes, perbedaan perlakuan photoperiod menunjukkan tingkat GtH yang berbeda, kadar GtH dalam darah meningkat pada photoperiod yang berubah-ubah (dari terang ke gelap dan sebaliknya). Tetapi pada penerangan yang konstan (selalu terang atau gelap selalu) kadar GtH dalam darah cenderung berfluktuasi (Iwamatsu, 1978 dalam Stacey, 1984). Photoperiod diduga berpengaruh secara langsung terhadap mekanisme saraf yang menentukan waktu pemijahan bagi ikan laut.</div><div style="text-align: justify;"><br />
Ikan cyprinidae yang hidup di daerah subtropik seperti Notemigonus crysoleucas, Carassius auratus, Gila cypha dan Couesius plumbeus biasanya memijah pada akhir musim semi dan awal musim panas. Proses gametogenesis disesuaikan dengan suhu dan photo periode. Pada musim dingin gametogenesis berlangsung lambat, kemudian semakin meningkat pada musim panas dan mencapai tahap perkembangan sempurna pada musim semi (Helfman et al., 1997).<br />
Jourdan et al. (2000) menyatakan bahwa ikan Perca fluviatilis yang dipelihara pada laboratorium dengan photo periode 24 jam menunjukkan kematian yang lebih tinggi 7,4% dibandingkan dengan photo periode 12 jam dan 18 jam (masing-masing 3,2% dan 3,3%). Selanjutnya dikatakan bahwa pada photo periode yang lebih lama perkembangan gonad akan terhambat (terutama ikan jantan).</div><div style="text-align: justify;"><br />
<b>2. Suhu</b><br />
Suhu berpengaruh terhadap berbagai fungsi sistem reproduksi ikan teleostei, termasuk laju sekresi dan pembersihan GnRH, pengikatan GtH oleh gonad, siklus harian GtH, sintesis dan katabolisme steroid, serta stimulasi GtH (Stacey, 1984). Perubahan suhu yang terlalu tinggi dapat menjadi trigger tingkah laku pemijahan ikan. Suhu juga berpengaruh langsung dalam menstimulasi endokrin yang mendorong terjadinya ovulasi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
Siklus reproduksi musiman pada ikan tropis cenderung dipengaruhi oleh adanya hujan, bukan oleh suhu. Pada musim hujan akan banyak ditemukan daerah genangan air seperti rawa banjiran yang berfungsi sebagai tempat pemijahan dan daerah asuhan larva. Beberapa ikan tropis (seperti: mormyridae, cyprinidae), pada musim hujan akan melakukan migrasi ke hulu sungai dan rawa banjiran untuk memijah (Munro, 1990 dalam Helfman et al, 1997).<br />
Suhu juga berperan penting dalam reproduksi ikan Smallmouth Bass, suhu mempengaruhi waktu pemijahan, pematangan gonad dan keberhasilan pemijahan. Pada ikan ini fluktuasi suhu mempengaruhi tempat pembuatan sarang, jumlah telur yang menetas dan tingkah laku menjaga anaknya (Cookea et al., 2003). Suhu yang tidak stabil mendorong induk ikan Smallmouth Bass melakukan penjagaan terhadap anak-anaknya yang baru menetas (Carlisle,1982 dalam Cookea et al., 2003).</div><div style="text-align: justify;"><br />
Pada ikan Medaka (Oryzias latipes) lama waktu sintesis DNA tahap dini dalam leptotene spermatocyte sampai spermatid tahap awal pada suhu 25°C adalah 5 hari, sedangkan pada suhu 15°C memerlukan waktu 12 hari. Lama perkembangan spermatid awal sampai spermatozoa adalah 7 hari (pada suhu 25°C) dan 8 hari (pada suhu 15°C). Pada ikan Guppy lama waktu perkembangan leptotene tahap awal menjadi spermatozoa adalah 125 hari pada suhu 25°C, sedangkan Poecillia shenops lama waktu perkembangan leptotene tahap awal menjadi spermatozoa pada suhu yang sama adalah 125 hari (Nagahama, 1987 dalam Tang dan Affandi, 2001). Suhu lingkungan yang tinggi cukup menjadi trigger dalam pematangan seksual ikan Brachyhypopomus pinnicaudatus yang hidup di daerah subtropik (Quintana et al., 2004).</div><div style="text-align: justify;"><br />
Menurut Yamamoto (1966) dalam Stacey (1984), proses vitellogeneis pada ikan Goldfish yang dipelihara pada suhu kurang dari 14°C , tetapi tidak terjadi ovulasi. Ovulasi berlangsung dalam waktu sehari setelah suhu ditingkatkan menjadi 20°C. peningkatan suhu air juga dapat mempercepat vitellogenesis ikan Tinca tinca yang dipelihara pada kolam terbuka.</div><div style="text-align: justify;"><br />
<b>3. Substrat pemijahan</b><br />
Mekanisme pengaturan ovulasi dipengaruhi oleh kebutuhan ikan terhadap jenis substrat tertentu. Jika substrat yang sesuai belum ditemukan, maka ovulasi tidak akan terjadi. Fenomena ini dapat dilihat pada ikan-ikan yang tempat pemijahannya memerlukan jenis substrat tertentu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
Ikan Goldfish akan memijah dengan baik jika menemukan vegetasi untuk menempelkan telurnya, jika ditemukan vegetasi maka ovulasi akan terhambat. Stimulasi proses pemijahan beberapa spesies ikan dapat dilakukan dengan pemberian “petrichor”, yaitu campuran berbagai bahan organik yang telah dikeringkan (Stacey, 1984).<br />
Tamaru et al. (2001b) mengatakan bahwa tanaman air dan akar pohon yang terendam air serin digunakan sebagai subtrat untuk menempelkan telur oleh ikan Ikan Sumatra (Capoeta tetrazona) betina. Pada saat pemijahan berlangsung, ikan jantan akan menempelkan sirip perutnya ke tubuh ikan betina, sehingga sperma dan telur terlepas kemudian menempel pada substrat</div><div style="text-align: justify;"><br />
<b>4. Ketersediaan makanan</b><br />
Komposisi protein merupakan faktor esensial yang dibutuhkan ikan untuk pematangan gonad. Watanabe et al. (1984) dalam Tang dan Affandi (2001) menyatakan bahwa kadar protein 45% baik bagi perkembangan gonad ikan Kakap Merah, sedangkan kadar protein 36% baik bagi ikan Trout Lembayung.</div><div style="text-align: justify;"><br />
Lemak adalah komponen pakan kedua setelah protein, pakan induk yang kekurangan asam lemak esensial akan menghasilkan laju pematangan gonad yang rendah. Tetapi proporsi lemak yang relatif rendah dengan Ω3-HUFA tinggi dapat meningkatkan kematangan gonad. Kadar HUFA yang baik bagi ikan Clarias batrachus adalah Ω6 sebanyak 0,26% dan Ω3 sebanyak 1,68% yang terkandung dalam kadar lemak rata-rata 5,87 g/100g bobot kering pakan (Mokoginta et al., 1995 dalam Tang dan Affandi, 2001). Selanjutnya dikatakan bahwa komposisi karbohidrat pakan induk ikan lele adalah serat kasar 3,19%-5,83% dan kadar abu 5,02%-6,15%.</div><div style="text-align: justify;"><br />
Mineral yang penting bagi pematangan gonad adalah phospor (P), seng (Zn), dan mangan (Mn) (NRC, 1993 dalam Tang dan Affandi, 2001). Sedangkan vitamin E berperan penting dalam pematangan gonad. Kandungan vitamin E dalam pakan sebesar 24,5 IU/g pakan menunjukkan hasil terbaik bagi pematangan gonad ikan Ekor kuning (Verankupiya et al., 1995 dalam Tang dan Affandi, 2001).</div><div style="text-align: justify;"><br />
<b>5. Faktor sosial (hubungan antar individu)</b><br />
Interaksi antar individu dapat mempengaruhi tingkah lau reproduksi dan fertilitas. Salah satu spesies chichlid Haplochromis burtoni, interaksi antara ikan jantan mempengaruhi fungsi gonad. Mekanisme ini diatur oleh otak melalui saraf yang mengatur pelepasan GnRH sesuai dengan status sosial ikan jantan (White et al., 2002). GnRH dikirim oleh saraf hyphotalamus ke pituitary yang mengatur proses reproduksi melalui pelepasan pituitary gonadotropin yang mengatur fungsi gonad (Sherwood, 1987 dalam White et al., 2002).<br />
Stimuli yang bersifat visual dan kimia dari individu lain dapat meningkatkan frekuensi pemijahan. Stimuli ini mendorong perkembangan ovarium tetapi tidak mempengaruhi ovulasi secara langsung. Pada ikan sepat (Trichogaster pectoralis), aktifitas ikan jantan yang sedang membuat sarang dapat mempercepat ovulasi. Pada beberapa spesies ikan, ovulasi akan terhambat jika kepadatan ikan pada suatu perairan sangat tinggi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
<b>6. Salinitas</b><br />
Pada ikan Black Bream (Acanthopagrus butcheri) salinitas tidak berpengaruh terhadap pematangan gonad ikan jantan maupun betina. Tingkat plasma steroid ikan betina tidak terpengaruh oleh salinitas, tetapi pada ikan jantan yang dipelihara salinitas 35‰ daripada salinitas 5‰ pada bulan September, plasma 17,20b-dihydroxy-4-progestero-3-one 17,20bP dan 11-ketotestosterone menunjukkan peningkatan (Haddy dan Pankhurst, 2000a).<br />
<br />
</div>Budidaya Pertanianhttp://www.blogger.com/profile/02468176543501833983noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5343438090319808433.post-58365794055471843322010-04-24T08:12:00.000-07:002010-04-24T08:12:05.063-07:00Reproduksi Ikan<div style="text-align: justify;"><b>Reproduksi Ikan</b></div><div style="text-align: justify;">Reproduksi merupakan hal yang sangat penting bagi kelangsungan hidup suatu organisme. Bayangkan apabila ada suatu organisme yang tidak melakukan reproduksi, tentu saja akan menganggu keseimbangan alam. Ingat rantai makanan? Bayangkanlah salah satu mata rantai tersebut hilang. Tentu akan tidak seimbang proses alam ini. Yang akan menghancurkan sebuah ekosistem,atau bahkan peradaban.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ikan melakukan reproduksi secara eksternal. Dalam hal ini, ikan jantan dan betina akan saling mendekat satu sama lain kemudian si betina akan mengeluarkan telur. Selanjutnya si jantan akan segera mengeluarkan spermanya, lalu sperma dan telur ini bercampur di dalam air. cara reproduksi ini dikenal sebagai oviparus, yaitu telur dibuahi dan berkembang di luar tubuh ikan.</div><div style="text-align: justify;">Ikan terkenal sebagai mahluk yang mempunyai potensi fekunditas yang tinggi dimana kebanyakan jenis ikan yang merupakan penghasil telur beribu-ribu bahkan berjuta-juta tiap tahun. Apabila alam tidak mengaturnya maka dunia akan sangat padat dengan ikan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Cara reproduksi ikan yang ada antara lain :</div><div style="text-align: justify;">1. Ovipar, sel telur dan sel sperma bertemu di luar tubuh dan embrio ikan berkembang di luar tubuh sang induk. Contoh : ikan pada umumnya</div><div style="text-align: justify;">2. Vivipar, kandungan kuning telur sangat sedikit, perkembangan embrio ditentukan oleh hubungannya dengan placenta, dan anak ikan menyerupai induk dewasa</div><div style="text-align: justify;">3. Ovovivipar, sel telur cukup banyak mempunyai kuning telur, Embrio berkembang di dalam tubuh ikan induk betina, dan anak ikan menyerupai induk dewasa. Contoh : ikan-ikan livebearers</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Faktor-faktor yang mempengaruhi kematangan seksual ikan antara lain spesies, ukuran, dan umur. Secara umum ikan-ikan yang mempunyai ukuran maksimum kecil dan jangka waktu hidup yang relatif pendek, akan mencapai kematangan kematangan seksual lebih cepat dibandingkan ikan yang mempunyai ukuran maksimum lebih besar. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ada berbagai cara yang sudah dilakukan oleh orang-orang perikanan yang bekerja di bidang akuaultur. Adanya pemijahan buatan dapat mempercepat produksi ikan di sebuah tambak atau hatchery. Hal ini dilakukan untuk mengejar target pasar agar kebutuhan konsumen terpenuhi. Dengan cara menyuntikan hormon untuk mematangkan sel telur. Sehingga kita dapat mengawinkan ikan sesuai kebutuhan yang kita inginkan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div>Budidaya Pertanianhttp://www.blogger.com/profile/02468176543501833983noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5343438090319808433.post-1349216464615847262010-04-23T00:54:00.001-07:002010-04-23T01:02:35.205-07:00Pola pemijahan (reproduksi) Beberapa Jenis ikan<meta content="text/html; charset=utf-8" http-equiv="Content-Type"></meta><meta content="Word.Document" name="ProgId"></meta><meta content="Microsoft Word 12" name="Generator"></meta><meta content="Microsoft Word 12" name="Originator"></meta><link href="file:///C:%5CUsers%5CAXIO%5CAppData%5CLocal%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_filelist.xml" rel="File-List"></link><o:smarttagtype name="City" namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags"></o:smarttagtype><o:smarttagtype name="country-region" namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags"></o:smarttagtype><o:smarttagtype name="State" namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags"></o:smarttagtype><o:smarttagtype name="place" namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags"></o:smarttagtype><link href="file:///C:%5CUsers%5CAXIO%5CAppData%5CLocal%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_themedata.thmx" rel="themeData"></link><link href="file:///C:%5CUsers%5CAXIO%5CAppData%5CLocal%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_colorschememapping.xml" rel="colorSchemeMapping"></link> <m:smallfrac m:val="off"> <m:dispdef> <m:lmargin m:val="0"> <m:rmargin m:val="0"> <m:defjc m:val="centerGroup"> <m:wrapindent m:val="1440"> <m:intlim m:val="subSup"> <m:narylim m:val="undOvr"> </m:narylim></m:intlim> </m:wrapindent><style>
<!--
/* Font Definitions */
@font-face
{font-family:Wingdings;
panose-1:5 0 0 0 0 0 0 0 0 0;
mso-font-charset:2;
mso-generic-font-family:auto;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:0 268435456 0 0 -2147483648 0;}
@font-face
{font-family:"Cambria Math";
panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4;
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-1610611985 1107304683 0 0 159 0;}
@font-face
{font-family:TimesNewRomanPS-BoldMT;
panose-1:0 0 0 0 0 0 0 0 0 0;
mso-font-alt:"Times New Roman";
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-format:other;
mso-font-pitch:auto;
mso-font-signature:0 0 0 0 0 0;}
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
margin:0in;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman","serif";
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";}
h1
{mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-link:"Heading 1 Char";
mso-margin-top-alt:auto;
margin-right:0in;
mso-margin-bottom-alt:auto;
margin-left:0in;
mso-pagination:widow-orphan;
mso-outline-level:1;
font-size:24.0pt;
font-family:"Times New Roman","serif";
font-weight:bold;}
p
{mso-style-unhide:no;
mso-margin-top-alt:auto;
margin-right:0in;
mso-margin-bottom-alt:auto;
margin-left:0in;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman","serif";
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";}
span.Heading1Char
{mso-style-name:"Heading 1 Char";
mso-style-unhide:no;
mso-style-locked:yes;
mso-style-link:"Heading 1";
mso-ansi-font-size:24.0pt;
mso-bidi-font-size:24.0pt;
mso-font-kerning:18.0pt;
font-weight:bold;}
.MsoChpDefault
{mso-style-type:export-only;
mso-default-props:yes;
font-size:10.0pt;
mso-ansi-font-size:10.0pt;
mso-bidi-font-size:10.0pt;}
@page Section1
{size:8.5in 11.0in;
margin:1.0in 1.0in 1.0in 1.0in;
mso-header-margin:.5in;
mso-footer-margin:.5in;
mso-paper-source:0;}
div.Section1
{page:Section1;}
/* List Definitions */
@list l0
{mso-list-id:27535997;
mso-list-template-ids:1301814050;}
@list l0:level1
{mso-level-number-format:bullet;
mso-level-text:;
mso-level-tab-stop:.5in;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-.25in;
mso-ansi-font-size:10.0pt;
font-family:Symbol;}
@list l1
{mso-list-id:521748625;
mso-list-template-ids:-2041174166;}
@list l1:level1
{mso-level-number-format:bullet;
mso-level-text:;
mso-level-tab-stop:.5in;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-.25in;
mso-ansi-font-size:10.0pt;
font-family:Symbol;}
@list l2
{mso-list-id:810102699;
mso-list-template-ids:-451780408;}
@list l2:level1
{mso-level-number-format:bullet;
mso-level-text:;
mso-level-tab-stop:.5in;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-.25in;
mso-ansi-font-size:10.0pt;
font-family:Symbol;}
@list l2:level2
{mso-level-number-format:bullet;
mso-level-text:o;
mso-level-tab-stop:1.0in;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-.25in;
mso-ansi-font-size:10.0pt;
font-family:"Courier New";
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";}
@list l2:level3
{mso-level-number-format:bullet;
mso-level-text:;
mso-level-tab-stop:1.5in;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-.25in;
mso-ansi-font-size:10.0pt;
font-family:Wingdings;}
@list l3
{mso-list-id:951286289;
mso-list-template-ids:-2132233010;}
@list l3:level1
{mso-level-number-format:bullet;
mso-level-text:;
mso-level-tab-stop:.5in;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-.25in;
mso-ansi-font-size:10.0pt;
font-family:Symbol;}
@list l3:level2
{mso-level-number-format:bullet;
mso-level-text:o;
mso-level-tab-stop:1.0in;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-.25in;
mso-ansi-font-size:10.0pt;
font-family:"Courier New";
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";}
@list l4
{mso-list-id:961613651;
mso-list-template-ids:325343910;}
@list l4:level1
{mso-level-number-format:bullet;
mso-level-text:;
mso-level-tab-stop:.5in;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-.25in;
mso-ansi-font-size:10.0pt;
font-family:Symbol;}
@list l5
{mso-list-id:1217623982;
mso-list-template-ids:619976924;}
@list l5:level1
{mso-level-number-format:bullet;
mso-level-text:;
mso-level-tab-stop:.5in;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-.25in;
mso-ansi-font-size:10.0pt;
font-family:Symbol;}
@list l5:level2
{mso-level-number-format:bullet;
mso-level-text:o;
mso-level-tab-stop:1.0in;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-.25in;
mso-ansi-font-size:10.0pt;
font-family:"Courier New";
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";}
@list l6
{mso-list-id:1750542812;
mso-list-template-ids:802599812;}
@list l6:level1
{mso-level-number-format:bullet;
mso-level-text:;
mso-level-tab-stop:.5in;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-.25in;
mso-ansi-font-size:10.0pt;
font-family:Symbol;}
@list l6:level2
{mso-level-number-format:bullet;
mso-level-text:o;
mso-level-tab-stop:1.0in;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-.25in;
mso-ansi-font-size:10.0pt;
font-family:"Courier New";
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";}
@list l7
{mso-list-id:1819035639;
mso-list-template-ids:817391986;}
@list l7:level1
{mso-level-number-format:bullet;
mso-level-text:;
mso-level-tab-stop:.5in;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-.25in;
mso-ansi-font-size:10.0pt;
font-family:Symbol;}
@list l7:level2
{mso-level-number-format:bullet;
mso-level-text:o;
mso-level-tab-stop:1.0in;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-.25in;
mso-ansi-font-size:10.0pt;
font-family:"Courier New";
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";}
@list l7:level3
{mso-level-tab-stop:1.5in;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-.25in;}
@list l7:level4
{mso-level-number-format:bullet;
mso-level-text:;
mso-level-tab-stop:2.0in;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-.25in;
mso-ansi-font-size:10.0pt;
font-family:Wingdings;}
@list l2:level2 lfo2
{mso-level-start-at:0;
mso-level-number-format:arabic;
mso-level-numbering:continue;
mso-level-text:"%2\.";
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
margin-left:0in;
text-indent:0in;}
ol
{margin-bottom:0in;}
ul
{margin-bottom:0in;}
-->
</style> </m:defjc></m:rmargin></m:lmargin></m:dispdef></m:smallfrac><br />
<h1><span style="font-size: small;">Pola pemijahan (reproduksi) Beberapa Jenis ikan</span></h1><div style="text-align: justify;">Tingkah laku dan proses reproduksi pada ikan merupakan hal yang sangat menarik untuk dipelajari. Kami telas membuat ringkasan tentang pemijahan (perkawinan) ikan berdasarkan jumlah pemijahan dalam satu tahun, pemilihan pasangan, jenis kelamin, pembuatan dan tipe sarang, serta pemeliharaan anak dan lainnya. Tentu saja mekanisme pemijahan pada ikan tidaklah sederhana, tetapi dipengaruhi banyak faktor baik internal maupun eksternal. Tulisan ini dibuat dengan tujuan untuk mempermudah pemahaman kita tentang pemijahan ikan. Jika ingin tahu lebih detail, silakan baca artikel saya yang lainnya di site ini.</div><div style="text-align: justify;"><b>A. Kesempatan melakukan pemijahan</b></div><ul type="disc"><li class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Semelparous (memijah sekali kemudian mati) </li>
<ul type="circle"><li class="MsoNormal" style="text-align: justify;">contoh: lampreys, river eels (sidat/pelus), some knifefish (ikan pisau-pisau)</li>
</ul>
<li class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Iteroparous (memijah beberapa kali sepanjang hidupnya) </li>
</ul><ul type="disc"><ol start="1" type="1"><li class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> Memijah sepanjang tahun, pemijahan hanya dilakukan sekali setiap tahun, tetapi dengan masa pemijahan yang panjang. Pematangan telur tidak terjadi secara bersamaan, sehingga telur yang dikeluarkan dan menetas pun tdak bersamaan. </li>
<ul type="square"><li class="MsoNormal" style="text-align: justify;">contoh: ikan-ikan rivulines</li>
</ul>
<li class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Pemijahan dilakukan beberapa kali dalam satu tahun </li>
<ul type="square"><li class="MsoNormal" style="text-align: justify;">contoh: sebagian besar ikan asuk dalam kategori ini (elasmobranch (ikan bertulang rawan), lungfishes (ikan berparu-paru), perciforms, Betta spp. (ikan adu). </li>
</ul></ol></ul><div style="text-align: justify;"><br />
<b>B. Pasangan dalam pemijahan</b></div><ul type="disc"><li class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><i>Promiscuous</i></b>: ikan jantan dan betina masing-masing memiliki beberapa pasangan dalam satu musim pemijahan. Jadi ikan jantan akan membuahi beberapa ikan betina dan ikan betina akan dibuahi oleh beberapa pejantan, semacam "swinger" begitu...he he he </li>
<ul type="circle"><li class="MsoNormal" style="text-align: justify;">contoh: herring, livebearers, sticklebacks, surgeonfish</li>
</ul>
<li class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><i>Polygamous Polygyny</i></b>: ikan jantan memiliki beberapa pasangan dalam satu musim pemijahan </li>
<ul type="circle"><li class="MsoNormal" style="text-align: justify;">contoh: sebagian besar jenis chichlids (mujahir), serranidae, angelfish (maanvis), gurami.</li>
</ul>
<li class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><i><b>Polyandry </b></i>: ikan betina memiliki beberapa pasangan dalam satu musim pemijahan. </li>
<ul type="circle"><li class="MsoNormal" style="text-align: justify;">contoh: anemone fishes (ingat anemone, pasti ingat NEMO <st1:place w:st="on"><st1:state w:st="on">kan</st1:state></st1:place>?)</li>
</ul>
<li class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><i><b>Monogamy</b></i> : ikan memijah dengan pasangan yang sama selama beberapa periode pemijahan (wah setia banget yach...) </li>
<ul type="circle"><li class="MsoNormal" style="text-align: justify;">contoh: serranus (jenis beronang), beberpa jenis cichlid (misalnya ikan Oscar), jawfish, hamlets </li>
</ul></ul><div style="text-align: justify;"><br />
<b>C. Jenis kelamin</b></div><ul type="disc"><li class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><i>Gonochoristic</i></b> : jenis kelamin jelas dan tidak berubah ketika ikan sudah matang kelamin) </li>
<ul type="circle"><li class="MsoNormal" style="text-align: justify;">contoh: sebagian besar ikan masuk kategori ini (elasmobranch, cypriniforms, salmoniforms)</li>
</ul>
<li class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><i>Hermaphroditic</i></b> : keungkinan terjadi perubahan kelamin setelah pematangan gonad </li>
<ul type="circle"><li class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Simultaneous (satu individu ikan mempnyai dua jenis kelamin yaitu jantan dan betina). Contoh: rivulus, hamlet, serranus</li>
<li class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Sequential (ikan mengalami perubahan kelamin dari jantan ke betina, atau sebaliknya) </li>
<ol start="1" type="1"><li class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Protandrous (ikan pada awalnya berjenis kelamin betina, kemudian berubah menjadi jantan) </li>
<ul type="square"><li class="MsoNormal" style="text-align: justify;">contoh: anemonefishes, lates calcalifer (ikan kakap)</li>
</ul>
<li class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Protogynous (jenis kelamin awal betina, kemudian berubah menjadi jantan) </li>
<ul type="square"><li class="MsoNormal" style="text-align: justify;">contoh: Angelfishes, Ephinephelus sp.</li>
</ul></ol></ul></ul><div style="text-align: justify;"><br />
<b>D. Parthenogenetic (egg development occurs without fertilization)</b></div><ul type="disc"><li class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Gynogenetic: ikan jantan tidak membuahi ikan betina, tetapi hanya mengaktifkan telurnya saja. </li>
<ul type="circle"><li class="MsoNormal" style="text-align: justify;">contoh: Poeciliopsis, Poecilia <st1:place w:st="on"><st1:country-region w:st="on">Formosa</st1:country-region></st1:place> (no male contribution, only egg activation)</li>
</ul>
<li class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Hybridogenetic: ikan jantan membuahi ikan betina pada satu musim pemijahan, tetapi tidak pada musim pemajah berikutnya. </li>
<ul type="circle"><li class="MsoNormal" style="text-align: justify;">contoh: Poeciliopsis (male contribution discarded each generation)</li>
</ul></ul><div style="text-align: justify;"><br />
<st1:place w:st="on"><b>E. Karakteristik</b></st1:place><b> jenis kelamin sekunder</b></div><ul type="disc"><li class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Monomorphic</li>
<li class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Sexually dimorphic</li>
<li class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Polymorphic</li>
</ul><div style="text-align: justify;"><br />
<br />
<b>F. Persiapan sarang pemijahan</b></div><ul type="disc"><li class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Tidak membuat sarang, dilakukan oleh ikan yang cenderung meyerakkan (menyebarkan) telurnya ke perairan. contoh: ikan salmon, ikan tawes dan nilem</li>
<li class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Membuat dan menjaga sarangnya, contoh: ikan gobi, gurami, cichlid (mujahir).</li>
</ul><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><br />
<b>G. Tempat terjadinya pembuahan</b></div><ul type="disc"><li class="MsoNormal" style="text-align: justify;">External: pembuahan terjadi diluar tubuh induknya, telur keluar dari tubuh ikan betina kemudian akan disemprot oleh sperma ikan jantan.</li>
<li class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Internal:pembuahan terjadi didalam tubuh ikan betina, ada coetus lah... contoh:elasmobranch, livebearers</li>
<li class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Buccal (in the mouth): pembuahan terjadi di mulut ikan betina (tapi bukan oral sex lho), telur yang dikeluarkan betina dimasukkan dalam mulutnya kemudian disemprot sperma pejantan tangguh. Biasanya telur yang telah menetas akan tetap berada di mulut induknya selama waktu tertentu. contoh: beberpa jenis cichlids, ikan arwana</li>
</ul><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><br />
<b>H. Pengasuhan oleh induk</b></div><div style="text-align: justify;">Siapa bilang cuma manusia yang bisa mengasuh anaknya, ikan juga bisa loh..</div><ul type="disc"><li class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Induk tidak mengasuh anaknya, contoh: sebagian besar species ikan</li>
<li class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Ikan jantan menjaga dan mengasuh anaknya, contoh: ikan cupang (Betta sp.), sea catfishes, greenlings</li>
<li class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Betina mengasuh anaknya: </li>
<ul type="circle"><li class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Ovipar tanpa pengasuhan pasca pemijahan, contoh: Oreochromis</li>
<li class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Ovovivipar tanpa disertai pengasuhan setelah pemijahan, contoh: rock fishes (Sebastes)</li>
<li class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Vivipar tanpa disertai pengasuhan setelah pemijahan, contoh: elasmobranch, Poecillia</li>
</ul>
<li class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Pengasuhan bersama ikan jantan dan betina, contoh: discus, cichlasoma</li>
<li class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Bantuan oleh juvenil lainnya: beberapa jeniscichlid Afrika.</li>
</ul><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><u>Referensi</u></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: "TimesNewRomanPS-BoldMT","serif"; font-size: 7.5pt;">Helfman, G. S., Collette, B. B., dan Facey, D. E. 1997. <i><span style="font-family: "TimesNewRomanPS-BoldMT","serif";">The Diversity of Fishes. </span></i>Blackwell Science Inc., <st1:place w:st="on"><st1:city w:st="on">Oxford</st1:city></st1:place>.</span></div>Budidaya Pertanianhttp://www.blogger.com/profile/02468176543501833983noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5343438090319808433.post-69601755131228164762010-03-26T06:52:00.000-07:002010-03-26T06:53:25.050-07:00Budidaya Kelapa Sawit<div style="text-align: justify;"><b>Budidaya Kelapa Sawit</b><br />
<br />
Kelapa sawit berbentuk pohon. Tingginya dapat mencapai 24 meter. Akar serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah dan samping. Selain itu juga terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk mendapatkan tambahan aerasi.<br />
<br />
Seperti jenis palma lainnya, daunnya tersusun majemuk menyirip. Daun berwarna hijau tua dan pelepah berwarna sedikit lebih muda. Penampilannya agak mirip dengan tanaman salak, hanya saja dengan duri yang tidak terlalu keras dan tajam. Batang tanaman diselimuti bekas pelepah hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelapah yang mengering akan terlepas sehingga penampilan menjadi mirip dengan kelapa.<br />
<a href="http://1.bp.blogspot.com/_WtXCykFMI6Y/S6y8DYa5PqI/AAAAAAAAABo/oynh-9CTt9A/s1600/kelapa_sawit.jpeg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://1.bp.blogspot.com/_WtXCykFMI6Y/S6y8DYa5PqI/AAAAAAAAABo/oynh-9CTt9A/s320/kelapa_sawit.jpeg" /></a><br />
Bunga jantan dan betina terpisah namun berada pada satu pohon (monoecious diclin) dan memiliki waktu pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan panjang sementara bunga betina terlihat lebih besar dan mekar.<br />
<br />
Tanaman sawit dengan tipe cangkang pisifera bersifat female steril sehingga sangat jarang menghasilkan tandan buah dan dalam produksi benih unggul digunakan sebagai tetua jantan.<br />
<br />
Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul dari tiap pelapah. Minyak dihasilkan oleh buah. Kandungan minyak bertambah sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak bebas (FFA, free fatty acid) akan meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya.<br />
<br />
Buah terdiri dari tiga lapisan:<br />
<br />
* Eksoskarp, bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin.<br />
* Mesoskarp, serabut buah<br />
* Endoskarp, cangkang pelindung inti<br />
<br />
Inti sawit (kernel, yang sebetulnya adalah biji) merupakan endosperma dan embrio dengan kandungan minyak inti berkualitas tinggi.<br />
<br />
Kelapa sawit berkembang biak dengan cara generatif. Buah sawit matang pada kondisi tertentu embrionya akan berkecambah menghasilkan tunas (plumula) dan bakal akar (radikula).<br />
<br />
<br />
<b>Syarat Hidup</b><br />
<br />
Habitat aslinya adalah daerah semak belukar. Sawit dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis (15° LU - 15° LS). Tanaman ini tumbuh sempurna di ketinggian 0-500 m dari permukaan laut dengan kelembaban 80-90%. Sawit membutuhkan iklim dengan curah hujan stabil, 2000-2500 mm setahun, yaitu daerah yang tidak tergenang air saat hujan dan tidak kekeringan saat kemarau. Pola curah hujan tahunan memperngaruhi perilaku pembungaan dan produksi buah sawit.<br />
<br />
<br />
<b>Tipe Kelapa Sawit</b><br />
<br />
Kelapa sawit yang dibudidayakan terdiri dari dua jenis: E. guineensis dan E. oleifera. Jenis pertama adalah yang pertama kali dan terluas dibudidayakan orang. E. oleifera sekarang mulai dibudidayakan pula untuk menambah keanekaragaman sumber daya genetik.<br />
<br />
Penangkar seringkali melihat tipe kelapa sawit berdasarkan ketebalan cangkang, yang terdiri dari<br />
<br />
* Dura,<br />
* Pisifera, dan<br />
* Tenera.<br />
<br />
Dura merupakan sawit yang buahnya memiliki cangkang tebal sehingga dianggap memperpendek umur mesin pengolah namun biasanya tandan buahnya besar-besar dan kandungan minyak per tandannya berkisar 18%. Pisifera buahnya tidak memiliki cangkang namun bunga betinanya steril sehingga sangat jarang menghasilkan buah. Tenera adalah persilangan antara induk Dura dan jantan Pisifera. Jenis ini dianggap bibit unggul sebab melengkapi kekurangan masing-masing induk dengan sifat cangkang buah tipis namun bunga betinanya tetap fertil. Beberapa tenera unggul memiliki persentase daging per buahnya mencapai 90% dan kandungan minyak per tandannya dapat mencapai 28%.<br />
<br />
Untuk pembibitan massal, sekarang digunakan teknik kultur jaringan.<br />
<br />
<br />
<b>Hasil Tanaman</b><br />
<br />
Minyak sawit digunakan sebagai bahan baku minyak makan, margarin, sabun, kosmetika, industri baja, kawat, radio, kulit dan industri farmasi. Minyak sawit dapat digunakan untuk begitu beragam peruntukannya karena keuunggulan sifat yang dimilikinya yaitu tahan oksidasi dengan tekanan tinggi, mampu melarutkan bahan kimia yang tidak larut oleh bahan pelarut lainnya, mempunyai daya melapis yang tinggi dan tidak menimbulkan iritasi pada tubuh dalam bidang kosmetik.[1]<br />
<br />
Bagian yang paling populer untuk diolah dari kelapa sawit adalah buah. Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang diolah menjadi bahan baku minyak goreng dan berbagai jenis turunannya. Kelebihan minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan memiliki kandungan karoten tinggi. Minyak sawit juga diolah menjadi bahan baku margarin.<br />
<br />
Minyak inti menjadi bahan baku minyak alkohol dan industri kosmetika. Bunga dan buahnya berupa tandan, bercabang banyak. Buahnya kecil, bila masak berwarna merah kehitaman. Daging buahnya padat. Daging dan kulit buahnya mengandung minyak. Minyaknya itu digunakan sebagai bahan minyak goreng, sabun, dan lilin. Ampasnya dimanfaatkan untuk makanan ternak. Ampas yang disebut bungkil itu digunakan sebagai salah satu bahan pembuatan makanan ayam. Tempurungnya digunakan sebagai bahan bakar dan arang.<br />
<br />
Buah diproses dengan membuat lunak bagian daging buah dengan temperatur 90°C. Daging yang telah melunak dipaksa untuk berpisah dengan bagian inti dan cangkang dengan pressing pada mesin silinder berlubang. Daging inti dan cangkang dipisahkan dengan pemanasan dan teknik pressing. Setelah itu dialirkan ke dalam lumpur sehingga sisa cangkang akan turun ke bagian bawah lumpur.<br />
<br />
Sisa pengolahan buah sawit sangat potensial menjadi bahan campuran makanan ternak dan difermentasikan menjadi kompos.<br />
<br />
Referensi: wikipedia.com<br />
<br />
</div>Budidaya Pertanianhttp://www.blogger.com/profile/02468176543501833983noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5343438090319808433.post-69766215293328664112010-03-02T05:09:00.000-08:002010-03-02T05:09:36.811-08:00Budidaya Ayam Petelur Atau Ayam Bertelur<div style="text-align: justify;"><b>Budidaya Ayam Petelur Atau Ayam Bertelur</b><br />
<br />
Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Asal mula ayam unggas adalah berasal dari ayam hutan dan itik liar yang ditangkap dan dipelihara serta dapat bertelur cukup banyak. Tahun demi tahun ayam hutan dari wilayah dunia diseleksi secara ketat oleh para pakar. Arah seleksi ditujukan pada produksi yang banyak, karena ayam hutan tadi dapat diambil telur dan dagingnya maka arah dari produksi yang banyak dalam seleksi tadi mulai spesifik. Ayam yang terseleksi untuk tujuan produksi daging dikenal dengan ayam broiler, sedangkan untuk produksi telur dikenal dengan ayam petelur. Selain itu, seleksi juga diarahkan pada warna kulit telur hingga kemudian dikenal ayam petelur putih dan ayam petelur cokelat. Persilangan dan seleksi itu dilakukan cukup lama hingga menghasilkan ayam petelur seperti yang ada sekarang ini. Dalam setiap kali persilangan, sifat jelek dibuang dan sifat baik dipertahankan (“terus dimurnikan”). Inilah yang kemudian dikenal dengan ayam petelur unggul.<br />
<br />
Menginjak awal tahun 1900-an, ayam liar itu tetap pada tempatnya akrab dengan pola kehidupan masyarakat dipedesaan. Memasuki periode 1940-an, orang mulai mengenal ayam lain selain ayam liar itu. Dari sini, orang mulai membedakan antara ayam orang Belanda (Bangsa Belanda saat itu menjajah Indonesia) dengan ayam liar di Indonesia. Ayam liar ini kemudian dinamakan ayam lokal yang kemudian disebut ayam kampung karena keberadaan ayam itu memang di pedesaan. Sementara ayam orang Belanda disebut dengan ayam luar negeri yang kemudian lebih akrab dengan sebutan ayam negeri (kala itu masih merupakan ayam negeri galur murni). Ayam semacam ini masih bisa dijumpai di tahun 1950-an yang dipelihara oleh beberapa orang penggemar ayam. Hingga akhir periode 1980-an, orang Indonesia tidak banyak mengenal klasifikasi ayam. Ketika itu, sifat ayam dianggap seperti ayam kampung saja, bila telurnya enak dimakan maka dagingnya juga enak dimakan. Namun, pendapat itu ternyata tidak benar, ayam negeri/ayam ras ini ternyata bertelur banyak tetapi tidak enak dagingnya.<br />
<br />
Ayam yang pertama masuk dan mulai diternakkan pada periode ini adalah ayam ras petelur white leghorn yang kurus dan umumnya setelah habis masa produktifnya. Antipati orang terhadap daging ayam ras cukup lama hingga menjelang akhir periode 1990-an. Ketika itu mulai merebak peternakan ayam broiler yang memang khusus untuk daging, sementara ayam petelur dwiguna/ayam petelur cokelat mulai menjamur pula. Disinilah masyarakat mulai sadar bahwa ayam ras mempunyai klasifikasi sebagai petelur handal dan pedaging yang enak. Mulai terjadi pula persaingan tajam antara telur dan daging ayam ras dengan telur dan daging ayam kampung. Sementara itu telur ayam ras cokelat mulai diatas angin, sedangkan telur ayam kampung mulai terpuruk pada penggunaan resep makanan tradisional saja. Persaingan inilah menandakan maraknya peternakan ayam petelur.<br />
<br />
Ayam kampung memang bertelur dan dagingnya memang bertelur dan dagingnya dapat dimakan, tetapi tidak dapat diklasifikasikan sebagai ayam dwiguna secara komersial-unggul. Penyebabnya, dasar genetis antara ayam kampung dan ayam ras petelur dwiguna ini memang berbeda jauh. Ayam kampung dengan kemampuan adaptasi yang luar biasa baiknya. Sehingga ayam kampung dapat mengantisipasi perubahan iklim dengan baik dibandingkan ayam ras. Hanya kemampuan genetisnya yang membedakan produksi kedua ayam ini. Walaupun ayam ras itu juga berasal dari ayam liar di Asia dan Afrika.<br />
<br />
<br />
<b>Jenis-jenis Ayam Petelur</b><br />
<br />
Jenis ayam petelur dibagi menjadi dua tipe:<br />
<br />
1) Tipe Ayam Petelur Ringan.<br />
Tipe ayam ini disebut dengan ayam petelur putih. Ayam petelur ringan ini mempunyai badan yang ramping/kurus-mungil/kecil dan mata bersinar. Bulunya berwarna putih bersih dan berjengger merah. Ayam ini berasal dari galur murni white leghorn. Ayam galur ini sulit dicari, tapi ayam petelur ringan komersial banyak dijual di Indonesia dengan berbagai nama. Setiap pembibit ayam petelur di Indonesia pasti memiliki dan menjual ayam petelur ringan (petelur putih) komersial ini. Ayam ini mampu bertelur lebih dari 260 telur per tahun produksi hen house. Sebagai petelur, ayam tipe ini memang khusus untuk bertelur saja sehingga semua kemampuan dirinya diarahkan pada kemampuan bertelur, karena dagingnya hanya sedikit. Ayam petelur ringan ini sensitif terhadapa cuaca panas dan keributan, dan ayam ini mudah kaget dan bila kaget ayam ini produksinya akan cepat turun, begitu juga bila kepanasan.<br />
<br />
2) Tipe Ayam Petelur Medium.<br />
Bobot tubuh ayam ini cukup berat. Meskipun itu, beratnya masih berada di antara berat ayam petelur ringan dan ayam broiler. Oleh karena itu ayam ini disebut tipe ayam petelur medium. Tubuh ayam ini tidak kurus, tetapi juga tidak terlihat gemuk. Telurnya cukup banyak dan juga dapat menghasilkan daging yang banyak. Ayam ini disebut juga dengan ayam tipe dwiguna. Karena warnanya yang cokelat, maka ayam ini disebut dengan ayam petelur cokelat yang umumnya mempunyai warna bulu yang cokelat juga. Dipasaran orang mengatakan telur cokelat lebih disukai daripada telur putih, kalau dilihat dari warna kulitnya memang lebih menarik yang cokelat daripada yang putih, tapi dari segi gizi dan rasa relatif sama. Satu hal yang berbeda adalah harganya dipasaran, harga telur cokelat lebih mahal daripada telur putih. Hal ini dikarenakan telur cokelat lebih berat daripada telur putih dan produksinya telur cokelat lebih sedikit daripada telur putih. Selain itu daging dari ayam petelur medium akan lebih laku dijual sebagai ayam pedaging dengan rasa yang enak.<br />
<br />
<br />
<b>Manfaat Budidaya Ayam Petelur</b><br />
<br />
Ayam-ayam petelur unggul yang ada sangat baik dipakai sebagai plasma nutfah untuk menghasilkan bibit yang bermutu. Hasil kotoran dan limbah dari pemotongan ayam petelur merupakan hasil samping yang dapat diolah menjadi pupuk kandang, kompos atau sumber energi (biogas). Sedangkan seperti usus dan jeroan ayam dapat dijadikan sebagai pakan ternak unggas setelah dikeringkan. Selain itu ayam dimanfaatkan juga dalam upacara keagamaan.<br />
<br />
<b>Persyaratan Lokasi Budidaya Ayam Petelur.</b><br />
1).Lokasi yang jauh dari keramaian/perumahan penduduk.<br />
2).Lokasi mudah dijangkau dari pusat-pusat pemasaran.<br />
3) Lokasi terpilih bersifat menetap, tidak berpindah-pindah.<br />
<br />
<b>Pedoman Teknis Budidaya </b><br />
Sebelum usaha beternak dimulai, seorang peternak wajib memahami 3 (tiga) unsur produksi yaitu: manajemen (pengelolaan usaha peternakan), breeding (pembibitan) dan feeding (makanan ternak/pakan) <br />
<br />
<b>Penyiapan Sarana dan Peralatan</b><br />
<br />
Kandang<br />
Iklim kandang yang cocok untuk beternak ayam petelur meliputi persyaratan temperatur berkisar antara 32,2–35 derajat C, kelembaban berkisar antara 60–70%, penerangan dan atau pemanasan kandang sesuai dengan aturan yang ada, tata letak kandang agar mendapat sinar matahari pagi dan tidak melawan arah mata angin kencang serta sirkulasi udara yang baik, jangan membuat kandang dengan permukaan lahan yang berbukit karena menghalangi sirkulasi udara dan membahayakan aliran air permukaan bila turun hujan, sebaiknya kandang dibangun dengan sistem terbuka agar hembusan angin cukup memberikan kesegaran di dalam kandang.Untuk kontruksi kandang tidak harus dengan bahan yang mahal, yang penting kuat, bersih dan tahan lama. Selanjutnya perlengkapan kandang hendaknya disediakan selengkap mungkin seperti tempat pakan, tempat minum, tempat air, tempat ransum, tempat obat-obatan dan sistem alat penerangan.<br />
<br />
Bentuk-bentuk kandang berdasarkan sistemnya dibagi menjadi dua: a) Sistem kandang koloni, satu kandang untuk banyak ayam yang terdiri dari ribuan ekor ayam petelur; b) Sistem kandang individual, kandang ini lebih dikenal dengan sebutan cage. Ciri dari kandang ini adalah pengaruh individu di dalam kandang tersebut menjadi dominan karena satu kotak kandang untuk satu ekor ayam. Kandang sistem ini banyak digunakan dalam peternakan ayam petelur komersial.<br />
<br />
Jenis kandang berdasarkan lantainya dibagi menjadi tiga macam yaitu: 1) kandang dengan lantai liter, kandang ini dibuat dengan lantai yang dilapisi kulit padi, pesak/sekam padi dan kandang ini umumnya diterapkan pada kandang sistem koloni; 2) kandang dengan lantai kolong berlubang, lantai untuk sistem ini terdiri dari bantu atau kayu kaso dengan lubang-lubang diantaranya, yang nantinya untuk membuang tinja ayam dan langsung ke tempat penampungan; 3) kandang dengan lantai campuran liter dengan kolong berlubang, dengan perbandingan 40% luas lantai kandang untuk alas liter dan 60% luas lantai dengan kolong berlubang (terdiri dari 30% di kanan dan 30% di kiri).<br />
<br />
<b>Peralatan Untuk Budidaya Pertanian</b><br />
a.Litter (alas lantai)<br />
Alas lantai/litter harus dalam keadaan kering, maka tidak ada atap yang bocor dan air hujan tidak ada yang masuk walau angin kencang. Tebal litter setinggi 10 cm, bahan litter dipakai campuran dari kulit padi/sekam dengan sedikit kapur dan pasir secukupnya, atau hasi serutan kayu dengan panjang antara 3–5 cm untuk pengganti kulit padi/sekam.<br />
<br />
b.Tempat bertelur<br />
Penyediaan tempat bertelur agar mudah mengambil telur dan kulit telur tidak kotor, dapat dibuatkan kotak ukuran 30 x 35 x 45 cm yang cukup untuk 4–5 ekor ayam. Kotak diletakkan dididing kandang dengan lebih tinggi dari tempat bertengger, penempatannya agar mudah pengambilan telur dari luar sehingga telur tidak pecah dan terinjak-injak serta dimakan. Dasar tempat bertelur dibuat miring dari kawat hingga telur langsung ke luar sarang setelah bertelur dan dibuat lubah yang lebih besar dari besar telur pada dasar sarang.<br />
<br />
c.Tempat bertengger<br />
Tempat bertengger untuk tempat istirahat/tidur, dibuat dekat dinding dan diusahakan kotoran jatuh ke lantai yang mudah dibersihkan dari luar. Dibuat tertutup agar terhindar dari angin dan letaknya lebih rendah dari tempat bertelur.<br />
<br />
d.Tempat makan, minum dan tempat grit<br />
Tempat makan dan minum harus tersedia cukup, bahannya dari bambu, almunium atau apa saja yang kuat dan tidak bocor juga tidak berkarat. Untuk tempat grit dengan kotak khusus <br />
<br />
<br />
<b>Peyiapan Bibit Ayam Petelur</b><br />
Ayam petelur yang akan dipelihara haruslah memenuhi syarat sebagai berikut, antara lain:<br />
a) Ayam petelur harus sehat dan tidak cacat fisiknya.<br />
b) Pertumbuhan dan perkembangan normal.<br />
c) Ayam petelur berasal dari bibit yang diketahui keunggulannya.<br />
<br />
Ada beberapa pedoman teknis untuk memilih bibit/DOC (Day Old Chicken) /ayam umur sehari:<br />
a) Anak ayam (DOC ) berasal dari induk yang sehat.<br />
b) Bulu tampak halus dan penuh serta baik pertumbuhannya .<br />
c) Tidak terdapat kecacatan pada tubuhnya.<br />
d) Anak ayam mempunyak nafsu makan yang baik.<br />
e) Ukuran badan normal, ukuran berat badan antara 35-40 gram.<br />
f) Tidak ada letakan tinja diduburnya. <br />
<br />
<br />
<b>Pemilihan Bibit dan Calon Induk</b><br />
<br />
Penyiapan bibit ayam petelur yang berkreteria baik dalam hal ini tergantung sebagai berikut:<br />
<br />
a.Konversi Ransum.<br />
Konversi ransum merupakan perabandingan antara ransum yang dihabiskan ayam dalam menghasilkan sejumlah telur. Keadaan ini sering disebut dengan ransum per kilogram telur. Ayam yang baik akan makan sejumlah ransum dan menghasilkan telur yang lebih banyak/lebih besar daripada sejumlah ransum yang dimakannya. Bila ayam itu makan terlalu banyak dan bertelur sedikit maka hal ini merupakan cermin buruk bagi ayam itu. Bila bibit ayam mempunyai konversi yang kecil maka bibit itu dapat dipilih, nilai konversi ini dikemukakan berikut ini pada berbagai bibit ayam dan juga dapat diketahui dari lembaran daging yang sering dibagikan pembibit kepada peternak dalam setiap promosi penjualan bibit ayamnya.<br />
<br />
b.Produksi Telur.<br />
Produksi telur sudah tentu menjadi perhatian. Dipilih bibit yang dapat memproduksi telur banyak. Tetapi konversi ransum tetap utama sebab ayam yang produksi telurnya tinggi tetapi makannya banyak juga tidak menguntungkan.<br />
<br />
c.Prestasi bibit dilapangan/dipeternakan.<br />
Apabila kedua hal diatas telah baik maka kemampuan ayam untuk bertelur hanya dalam sebatas kemampuan bibit itu. Contoh prestasi beberapa jenis bibit ayam petelur dapat dilihat pada data di bawah ini.<br />
- Babcock B-300 v: berbulu putih, type ringan, produksi telur(hen house) 270, ransum 1,82 kg/dosin telur.<br />
- Dekalb Xl-Link: berbulu putih, type ringan, produksi telur(hen house) 255-280, ransum 1,8-2,0 kg/dosin telur.<br />
- Hisex white: berbulu putih, type ringan, produksi telur(hen house) 288, ransum 1,89 gram/dosin telur.<br />
- H & W nick: berbulu putih, type ringan, produksi telur(hen house) 272, ransum 1,7-1,9 kg/dosin telur.<br />
- Hubbarb leghorn: berbulu putih, type ringan, produksi telur(hen house)260, ransum 1,8-1,86 kg/dosin telur.<br />
- Ross white: berbulu putih, type ringan, produksi telur(hen house) 275, ransum 1,9 kg/dosin telur.<br />
- Shaver S 288: berbulu putih, type ringan, produksi telur(hen house)280, ransum 1,7-1,9 kg/dosin telur.<br />
- Babcock B 380: berbulu cokelat, type Dwiguna, produksi telur(hen house) 260-275, ransum 1,9 kg/dosin telur.<br />
- Hisex brown: berbulu cokelat, type Dwiguna, produksi telur(hen house)272, ransum 1,98 kg/dosin telur.<br />
- Hubbarb golden cornet: berbulu cokelat, type Dwiguna, produksi telur(hen house) 260, ransum 1,24-1,3 kg/dosin telur.<br />
- Ross Brown: berbulu cokelat, type Dwiguna, produksi telur(hen house) 270, ransum 2,0 kg/dosin telur.<br />
- Shaver star cross 579: berbulu cokelat, type Dwiguna, produksi telur(hen house) 265, ransum 2,0-2,08 kg/dosin telur.<br />
- Warren sex sal link: berbulu cokelat, type Dwiguna, produksi telur(hen house) 280, ransum 2,04 kg/dosin telur. <br />
<br />
<br />
<b>Pemeliharaan Ayam Petelur</b><br />
<br />
1.Sanitasi dan Tindakan Preventif <br />
Kebersihan lingkungan kandang (sanitasi) pada areal peternakan merupakan usaha pencegahan penyakit yang paling murah, hanya dibutuhkan tenaga yang ulet/terampil saja. Tindakan preventif dengan memberikan vaksin pada ternak dengan merek dan dosis sesuai catatan pada label yang dari poultry shoup.<br />
<br />
2.Pemberian Pakan<br />
Untuk pemberian pakan ayam petelur ada 2 (dua) fase yaitu fase starter (umur 0-4 minggu) dan fase finisher (umur 4-6 minggu).<br />
a.Kualitas dan kuantitas pakan fase starter adalah sebagai berikut:<br />
- Kwalitas atau kandungan zat gizi pakan terdiri dari protein 22-24%, lemak 2,5%, serat kasar 4%, Kalsium (Ca) 1%, Phospor (P) 0,7-0,9%, ME 2800-3500 Kcal.<br />
- Kwantitas pakan terbagi/digolongkan menjadi 4 (empat) golongan yaitu minggu pertama (umur 1-7 hari) 17 gram/hari/ekor; minggu kedua (umur 8-14 hari) 43 gram/hari/ekor; minggu ke-3 (umur 15-21 hari) 66 gram/hari/ekor dan minggu ke-4 (umur 22-29 hari) 91 gram/hari/ekor.<br />
Jadi jumlah pakan yang dibutuhkan tiap ekor sampai pada umur 4 minggu sebesar 1.520 gram.<br />
<br />
b.Kwalitas dan kwantitas pakan fase finisher adalah sebagai berikut:<br />
- Kwalitas atau kandungan zat gizi pakan terdiri dari protein 18,1-21,2%; lemak 2,5%; serat kasar 4,5%; kalsium (Ca) 1%; Phospor (P) 0,7-0,9% dan energi (ME) 2900-3400 Kcal.<br />
- Kwantitas pakan terbagi/digolongkan dalam empat golongan umur yaitu: minggu ke-5 (umur 30-36 hari) 111 gram/hari/ekor; minggu ke-6 (umut 37-43 hari) 129 gram/hari/ekor; minggu ke-7 (umur 44-50 hari) 146 gram/hari/ekor dan minggu ke-8 (umur 51-57 hari) 161 gram/hari/ekor. Jadi total jumlah pakan per ekor pada umur 30-57 hari adalah 3.829 gram.<br />
<br />
3.Pemberian minum disesuaikan dangan umur ayam, dalam hal ini dikelompokkan dalam 2 (dua) fase yaitu:<br />
a.Fase starter (umur 1-29 hari) kebutuhan air minum terbagi lagi pada masing-masing minggu, yaitu minggu ke-1 (1-7 hari) 1,8 lliter/hari/100 ekor; minggu ke-2 (8-14 hari) 3,1 liter/hari/100 ekor; minggu ke-3 (15-21 hari) 4,5 liter/hari/100 ekor dan minggu ke-4 (22-29 hari) 7,7 liter/hari/ekor.Jadi jumlah air minum yang dibutuhkan sampai umur 4 minggu adalah sebanyak 122,6 liter/100 ekor. Pemberian air minum pada hari pertama hendaknya diberi tambahan gula dan obat anti stress kedalam air minumnya. Banyaknya gula yang diberikan adalah 50 gram/liter air. <br />
b.Fase finisher (umur 30-57 hari), terkelompok dalam masing-masing minggu yaitu minggu ke-5 (30-36 hari) 9,5 lliter/hari/100 ekor; minggu ke-6 (37-43 hari) 10,9 liter/hari/100 ekor; minggu ke-7 (44-50 hari) 12,7 liter/hari/100 ekor dan minggu ke-8 (51-57 hari) 14,1 liter/hari/ekor. Jadi total air minum 30-57 hari sebanyak 333,4 liter/hari/ekor. <br />
<br />
<br />
4.Pemberian Vaksinasi dan Obat<br />
Vaksinasi merupakan salah satu cara pengendalian penyakit virus yang menulardengan cara menciptakan kekebalan tubuh. Pemberiannya secara teratur sangat penting untuk mencegah penyakit. Vaksin dibagi menjadi 2 macam yaitu:<br />
<br />
Vaksin aktif adalah vaksin mengandung virus hidup. Kekebalan yang ditimbulkan lebih lama daripada dengan vaksin inaktif/pasif.<br />
<br />
Vaksin inaktif, adalah vaksin yang mengandung virus yang telah dilemahkan/dimatikan tanpa merubah struktur antigenic, hingga mampu membentuk zat kebal. Kekebalan yang ditimbulkan lebih pendek, keuntungannya disuntikan pada ayam yang diduga sakit.<br />
<br />
Macam-macam vaksin:<br />
a) Vaksin NCD vrus Lasota buatan Drh Kuryna<br />
b) Vaksin NCD virus Komarov buatan Drh Kuryna (vaksin inaktif)<br />
c) Vaksin NCD HB-1/Pestos.<br />
d) Vaksin Cacar/pox, virus Diftose.<br />
e) Vaksin anti RCD Vaksin Lyomarex untuk Marek.<br />
<br />
Persyaratan dalam vaksinasi adalah:<br />
a) Ayam yang divaksinasi harus sehat.<br />
b) Dosis dan kemasan vaksin harus tepat.<br />
c) Sterilisasi alat-alat. <br />
5.Pemeliharaan Kandang<br />
Agar bangunan kandang dapat berguna secara efektif, maka bangunan kandang perlu dipelihara secara baik yaitu kandang selalu dibersihkan dan dijaga/dicek apabila ada bagian yang rusak supaya segera disulam/diperbaiki kembali. Dengan demikian daya guna kandang bisa maksimal tanpa mengurangi persyaratan kandang bagi ternak yang dipelihara. <br />
<br />
<b>Hama Dan Penyakit Ayam Petelur</b><br />
<br />
<b>Penyakit</b><br />
1. Berak putih (pullorum)<br />
Menyerang ayam kampung dengan angka kematian yang tinggi.<br />
Penyebab: Salmonella pullorum.<br />
Pengendalian: diobati dengan antibiotika<br />
2. Foel typhoid<br />
Sasaran yang disering adalah ayam muda/remaja dan dewasa.<br />
Penyebab: Salmonella gallinarum.<br />
Gejala: ayam mengeluarkan tinja yang berwarna hijau kekuningan.<br />
Pengendalian: dengan antibiotika/preparat sulfa.<br />
<br />
3. Parathyphoid<br />
Menyerang ayam dibawah umur satu bulan.<br />
Penyebab: bakteri dari genus Salmonella.<br />
Pengendalian: dengan preparat sulfa/obat sejenisnya.<br />
<br />
4. Kolera<br />
Penyakit ini jarang menyerang anak ayam atau ayam remaja tetapi selain menyerang ayam menyerang kalkun dan burung merpati.<br />
Penyebab: pasteurella multocida.<br />
Gejala: pada serangan yang serius pial ayam (gelambir dibawah paruh) akan membesar.<br />
Pengendalian: dengan antibiotika (Tetrasiklin/Streptomisin).<br />
<br />
5. Pilek ayam (Coryza)<br />
Menyerang semua umur ayam dan terutama menyerang anak ayam.<br />
Penyebab: makhluk intermediet antara bakteri dan virus.<br />
Gejala: ayam yang terserang menunjukkan tanda-tanda seperti orang pilek.<br />
Pengendalian: dapat disembuhkan dengan antibiotia/preparat sulfa.<br />
<br />
6. CRD<br />
CRD adalah penyakit pada ayam yang populer di Indonesia. Menyerang anak ayam dan ayam remaja. Pengendalian: dilakukan dengan antibiotika (Spiramisin dan Tilosin).<br />
<br />
7. Infeksi synovitis<br />
Penyakit ini sering menyerang ayam muda terutama ayam broiler dan kalkun.<br />
Penyebab: bakteri dari genus Mycoplasma.<br />
Pengendalian: dengan antibiotika.<br />
<br />
<b>Penyakit karena sebab Virus</b><br />
1. Newcastle disease (ND)<br />
ND adalah penyakit oleh virus yang populer di peternak ayam Indonesia. Pada awalnya penyakit ditemukan tahun 1926 di daerah Priangan.Tungau (kutuan) Penemuan tersebut tidak tersebar luas ke seluruh dunia. Kemudian di Eropa, penyakit ini ditemukan lagi dan diberitakan ke seluruh dunia. Akhirnya penyakit ini disebut Newcastle disease. <br />
2. Infeksi bronchitis<br />
Infeksi bronchitis menyerang semua umur ayam. Pada dewasa penyakit ini menurunkan produksi telur. Penyakit ini merupakan penyakit pernafasan yang serius untuk anak ayam dan ayam remaja. Tingkat kematian ayam dewasa adalah rendah, tapi pada anak ayam mencapai 40%. Bila menyerang ayam petelur menyebabkan telur lembek, kulit telur tidak normal, putih telur encer dan kuning telur mudah berpindah tempat (kuning telur yang normal selalu ada ditengah). Tidak ada pengobatan untuk penyakit ini tetapi dapat dicegah dengan vaksinasi.<br />
3. Infeksi laryngotracheitis<br />
Infeksi laryngotracheitis merupakan penyakit pernapasan yang serius terjadi pada unggas.<br />
Penyebab: virus yang diindetifikasikan dengan Tarpeia avium. Virus ini di luar mudah dibunuh dengan desinfektan, misalnya karbol.<br />
Pengendalian: (1) belum ada obat untuk mengatasi penyakit ini; (2) pencegahan dilakukan dengan vaksinasi dan sanitasi yang ketat.<br />
4. Cacar ayam (Fowl pox)<br />
Gejala: tubuh ayam bagian jengger yang terserang akan bercak-bercak cacar.<br />
Penyebab: virus Borreliota avium. Pengendalian: dengan vaksinasi.<br />
5. Marek<br />
Penyakit ini menjadi populer sejak tahun 1980-an hingga kini menyerang bangsa unggas, akibat serangannya menyebabkan kematian ayam hingga 50%. Pengendalian: dengan vaksinasi.<br />
6. Gumboro<br />
Penyakit ini ditemukan tahun 1962 oleh Cosgrove di daerah Delmarva Amerika Serikat. Penyakit ini menyerang bursa fabrisius, khususnya menyerang anak ayam umur 3–6 minggu.<br />
<br />
<b>Penyakit karena Jamur dan Toksin</b><br />
Penyakit ini karena ada jamur atau sejenisnya yang merusak makanan. Hasil perusakan ini mengeluarkan zak racun yang kemudian di makan ayam. Ada pula pengolahan bahan yang menyebabkan asam amino berubah menjadi zat beracun. Beberapa penyakit ini adalah :<br />
1. Muntah darah hitam (Gizzerosin)<br />
Ciri kerusakan total pada gizzard ayam. Penyebab: adalah racun dalam<br />
tepung ikan tetapi tidak semua tepung ikan menimbulkan penyakit ini. Timbul penyakit ini akibat pemanasan bahan makanan yang menguraikan asam amino hingg menjadi racun. <br />
Pengendalian: belum ada. <br />
2. Racun dari bungkil kacang<br />
Minyak yang tinggi dalam bungkil kelapa dan bungkil kacang merangsang pertumbuhan jamur dari grup Aspergillus. Untuk menghindari keracunan bungkil kacang maka dalam rancung tidak digunakan antioksidan atau bungkil kacang dan bungkil kelapa yang mengandung kadar lemak tinggi.<br />
<br />
<b>Penyakit karena Parasit</b><br />
1. Cacing<br />
Karena penyakit cacing jarang ditemukan di peternakan yang bersih dan terpelihara baik. Tetapi peternakan yang kotor banyak siput air dan minuman kotor maka mungkin ayam terserang cacingan. Ciri serangan cacingan adalah tubuhnya kurus, bulunya kusam, produksi telur merosot dan kurang aktif. <br />
2. Kutu<br />
Banyak menyerang ayam di peternakan Indonesia. Dari luar kutu tidak terlihat tapi bila bulu ayam disibak akan terlihat kutunya. Tanda fisik ayam terserang ayam akan gelisah. Kutu umum terdapat di kandang yang tidak terkena sinar matahari langsung maka sisi samping kandang diarahkan melintang dari Timur ke Barat. Penggunaan semprotan kutu sama dengan cara penyemprotan nyamuk. Penyemprotan ini tidak boleh mengenai tangan dan mata secara langsung dan penyemprotan dilakukan malam hari sehingga pelaksanaannya lebih mudah karena ayam tidak aktif.<br />
<br />
<b>Penyakit karena Protoza</b><br />
Penyakit ini berasal dari protozoa (trichomoniasis, Hexamitiasis dan Blachead), penyakit ini dimasukkan ke golongan parasit tetapi sebenarnya berbeda. Penyakit ini jarang menyerang ayam lingkungan peternakan dijaga kebersihan dari alang-alang dan genangan air.<br />
<br />
<b>Pemanenan Budidaya Ayam Petelur</b><br />
<br />
<b>Hasil Utama</b><br />
Hasil utama dari budidaya ayam petelur adalah berupa telur yang diahsilkan oelh ayam. Sebaiknya telur dipanen 3 kali dalam sehari. Hal ini bertujuan agar kerusakan isi tlur yang disebabkan oleh virus dapat terhindar/terkurangi. Pengambilan pertama pada pagi hari antara pukul 10.00-11.00; pengambilan kedua pukul 13.00-14.00; pengambilan ketiga (terakhir)sambil mengecek seluruh kandang dilakukan pada pukul 15.00-16.00.<br />
<br />
<b>Hasil Tambahan</b><br />
Hasil tambahan yang dapat dinukmati dari hasil budidaya ayam petelur adalah daging dari ayam yang telah tua (afkir) dan kotoran yang dapat dijual untuk dijadikan pupuk kandang.<br />
<br />
<b>Pengumpulan</b><br />
Telur yang telah dihasilkan diambil dan diletakkan di atas egg tray (nampan telur). Dalam pengambilan dan pengumpulan telur, petugas pengambil harus langsung memisahkan antara telur yang normal dengan yang abnormal. Telur normal adalah telur yang oval, bersih dan kulitnya mulus serta beratnya 57,6 gram dengan volume sebesar 63 cc. Telur yang abnormal misalnya telurnya kecil atau terlalu besar, kulitnya retak atau keriting, bentuknya lonjong.<br />
<br />
<b>Pembersihan</b><br />
Setelah telur dikumpulkan, selanjutnya telur yang kotor karena terkena litter atau tinja ayam dibershkan. Telur yang terkena litter dapat dibersihkan dengan amplas besi yang halus, dicuci secara khusus atau dengan cairan pembersih. Biasanya pembersihan dilakukan untuk telur tetas.<br />
<br />
<b>Pasca Panen</b><br />
---<br />
<br />
<b>DAFTAR PUSTAKA</b><br />
1.Muhammad Rasyaf, Dr.,Ir. Beternak Ayam Pedaging. Penerbit Penebar Swadaya (anggota IKAPI) Jakarta.<br />
2.Cahyono, Bambang, Ir.1995. Cara Meningkatkan Budidaya Ayam Ras Pedaging (Broiler). Penerbit Pustaka Nusatama Yogyakarta. <br />
<br />
<br />
Sumber Artikel Tentang Budidaya Ayam Petelur:<br />
1. Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS<br />
Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829<br />
2. Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi, Deputi Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Iptek, Gedung II BPPT Lantai 6, Jl. M.H.Thamrin No. 8, Jakarta 10340, Indonesia, Tel. +62 21 316 9166~69, Fax. +62 21 310 1952, Situs Web: http://www.ristek.go.id <br />
<br />
<br />
<br />
</div>Budidaya Pertanianhttp://www.blogger.com/profile/02468176543501833983noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5343438090319808433.post-46802185935472973242010-02-20T20:06:00.000-08:002010-02-20T20:06:32.667-08:00Budidaya Belut<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/_WtXCykFMI6Y/S4CxNlNNd5I/AAAAAAAAABg/YOnkd51CavE/s1600-h/Budidaya+Belut.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://2.bp.blogspot.com/_WtXCykFMI6Y/S4CxNlNNd5I/AAAAAAAAABg/YOnkd51CavE/s320/Budidaya+Belut.jpg" /></a></div><div style="text-align: justify;"><i><br />
</i></div><div style="text-align: justify;"><i>Budidaya Belut</i><br />
<br />
<br />
Membesarkan belut hingga siap panen dari bibit umur 1-3 bulan butuh waktu 7 bulan. Namun, Ruslan Roy, peternak sekaligus eksportir di Jakarta Selatan, mampu menyingkatnya menjadi 4 bulan. Kunci suksesnya antara lain terletak pada media dan pengaturan pakan.<br />
<br />
Belut yang dipanen Ruslan rata-rata berbobot 400 g/ekor. Itu artinya sama dengan bobot belut yang dihasilkan peternak lain. Cuma waktu pemeliharaan yang dilakukan Ruslan lebih singkat 3 bulan dibanding mereka. Oleh karena itu, biaya yang dikeluarkan Ruslan pun jauh lebih rendah. Selain menekan biaya produksi, panen dalam waktu singkat itu mampu mendongkrak ketersediaan pasokan, ujar Ruslan.<br />
<br />
Pemilik PT Dapetin di Jakarta Selatan itu hanya mengeluarkan biaya Rp8.000 untuk setiap kolam berisi 200 ekor. Padahal, biasanya para peternak lain paling tidak menggelontorkan Rp14.000 untuk pembesaran jumlah yang sama. Semua itu karena Ruslan menggunakan media campuran untuk pembesarannya.<br />
<br />
<b>Media campuran Budidaya Belut</b><br />
<br />
Menurut Ruslan, belut akan cepat besar jika medianya cocok. Media yang digunakan ayah dari 3 anak itu terdiri dari lumpur kering, kompos, jerami padi, pupuk TSP, dan mikroorganisme stater. Peletakkannya diatur: bagian dasar kolam dilapisi jerami setebal 50 cm. Di atas jerami disiramkan 1 liter mikroorganisma stater. Berikutnya kompos setinggi 5 cm. Media teratas adalah lumpur kering setinggi 25 cm yang sudah dicampur pupuk TSP sebanyak 5 kg.<br />
<br />
Karena belut tetap memerlukan air sebagai habitat hidupnya, kolam diberi air sampai ketinggian 15 cm dari media teratas. Jangan lupa tanami eceng gondok sebagai tempat bersembunyi belut. Eceng gondok harus menutupi ¾ besar kolam, ujar peraih gelar Master of Management dari Philipine University itu.<br />
<br />
Bibit belut tidak serta-merta dimasukkan. Media dalam kolam perlu didiamkan selama 2 minggu agar terjadi fermentasi. Media yang sudah terfermentasi akan menyediakan sumber pakan alami seperti jentik nyamuk, zooplankton, cacing, dan jasad-jasad renik. Setelah itu baru bibit dimasukkan.<br />
<br />
<b>Pakan hidup Belut</b><br />
<br />
Berdasarkan pengalaman Ruslan, sifat kanibalisme yang dimiliki Monopterus albus itu tidak terjadi selama pembesaran. Asal, pakan tersedia dalam jumlah cukup. Saat masih anakan belut tidak akan saling mengganggu. Sifat kanibal muncul saat belut berumur 10 bulan, ujarnya. Sebab itu tidak perlu khawatir memasukkan bibit dalam jumlah besar hingga ribuan ekor. Dalam 1 kolam berukuran 5 m x 5 m x 1 m, saya dapat memasukkan hingga 9.400 bibit, katanya.<br />
<br />
Pakan yang diberikan harus segar dan hidup, seperti ikan cetol, ikan impun, bibit ikan mas, cacing tanah, belatung, dan bekicot. Pakan diberikan minimal sehari sekali di atas pukul 17.00. Untuk menambah nafsu makan dapat diberi temulawak Curcuma xanthorhiza. Sekitar 200 g temulawak ditumbuk lalu direbus dengan 1 liter air. Setelah dingin, air rebusan dituang ke kolam pembesaran. Pilih tempat yang biasanya belut bersembunyi, ujar Ruslan.<br />
<br />
Pelet ikan dapat diberikan sebagai pakan selingan untuk memacu pertumbuhan. Pemberiannya ditaburkan ke seluruh area kolam. Tak sampai beberapa menit biasanya anakan belut segera menyantapnya. Pelet diberikan maksimal 3 kali seminggu. Dosisnya 5% dari bobot bibit yang ditebar. Jika bibit yang ditebar 40 kg, pelet yang diberikan sekitar 2 kg.<br />
<br />
<br />
<b>Hujan buatan</b><br />
<br />
Selain pakan, yang perlu diperhatikan kualitas air. Bibit belut menyukai pH 5-7. Selama pembesaran, perubahan air menjadi basa sering terjadi di kolam. Air basa akan tampak merah kecokelatan. Penyebabnya antara lain tingginya kadar amonia seiring bertumpuknya sisa-sisa pakan dan dekomposisi hasil metabolisme. Belut yang hidup dalam kondisi itu akan cepat mati, ujar Son Son. Untuk mengatasinya, pH air perlu rutin diukur. Jika terjadi perubahan, segera beri penetralisir.<br />
<br />
Kehadiran hama seperti burung belibis, bebek, dan berang-berang perlu diwaspadai. Mereka biasanya spontan masuk jika kondisi kolam dibiarkan tak terawat. Kehadiran mereka sedikit-banyak turut mendongkrak naiknya pH karena kotoran yang dibuangnya. Hama bisa dihilangkan dengan membuat kondisi kolam rapi dan pengontrolan rutin sehari sekali, tutur Ruslan.<br />
<br />
Suhu air pun perlu dijaga agar tetap pada kisaran 26-28oC. Peternak di daerah panas bersuhu 29-32oC, seperti Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi, perlu hujan buatan untuk mendapatkan suhu yang ideal. Son Son menggunakan shading net dan hujan buatan untuk bisa mendapat suhu 26oC. Bila terpenuhi pertumbuhan belut dapat maksimal, ujar alumnus Institut Teknologi Indonesia itu.<br />
<br />
Shading net dipasang di atas kolam agar intensitas cahaya matahari yang masuk berkurang. Selanjutnya 3 saluran selang dipasang di tepi kolam untuk menciptakan hujan buatan. Perlakuan itu dapat menyeimbangkan suhu kolam sekaligus menambah ketersediaan oksigen terlarut. Ketidakseimbangan suhu menyebabkan bibit cepat mati, ucap Son Son.<br />
<br />
Hal senada diamini Ruslan. Jika tidak bisa membuat hujan buatan, dapat diganti dengan menanam eceng gondok di seluruh permukaan kolam, ujar Ruslan. Dengan cara itu bibit belut tumbuh cepat, hanya dalam tempo 4 bulan sudah siap panen. (Hermansyah)<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<b>Mari Rebut Pasar Belut</b><br />
<br />
Siang itu Juli 2006 di Batutulis, Bogor. Pancaran matahari begitu terik membuat Ruslan Roy berteduh. Ia tetap awas melihat kesibukan pekerja yang memilah belut ke dalam 100 boks styrofoam. Itu baru 3,5 ton dari permintaan Hongkong yang mencapai 60 ton/hari, ujar Ruslan Roy.<br />
<br />
Alumnus Universitras Padjadjaran Bandung itu memang kelimpungan memenuhi permintaan belut dari eksportir. Selama ini ia hanya mengandalkan pasokan belut dari alam yang terbatas. Sampai kapan pun tidak bisa memenuhi permintaan, ujarnya. Sebab itu pula ia mulai merintis budidaya belut dengan menebar 40 kg bibit pada Juli 1989.<br />
<br />
Roy-panggilan akrab Ruslan Roy-memperkirakan seminggu setelah peringatan Hari Kemerdekaan ke-61 RI semua Monopterus albus yang dibudidayakan di kolam seluas 25 m2 itu siap panen. Ukuran yang diminta eksportir untuk belut konsumsi sekitar 400 g/ekor. Bila waktu itu tiba, eksportir di Tangerang yang jauh-jauh hari menginden akan menampung seluruh hasil panen.<br />
<br />
Untuk mengejar ukuran konsumsi, peternak di Jakarta Selatan itu memberi pakan alami berprotein tinggi seperti cacing tanah, potongan ikan laut, dan keong mas. Pakan itu dirajang dan diberikan sebanyak 5% dari bobot tubuh/hari.<br />
<br />
Dengan asumsi tingkat kematian 5-10% hingga berumur 9 bulan, Roy menghitung 4-5 bulan setelah menebar bibit, ia bakal memanen 400 kg belut. Dengan harga Rp40.000/kg, total pendapatan yang diraup Rp16-juta. Setelah dikurangi biaya-biaya sekitar Rp2-juta, diperoleh laba bersih Rp14-juta.<br />
<br />
Keuntungan itu akan semakin melambung karena pada saat yang sama Roy membuat 75 kolam di Rancamaya, Bogor, masing-masing berukuran sekitar 25 m2 berkedalaman 1 m. Pantas suami Kastini itu berani melepas pekerjaannya sebagai konsultan keuangan di Jakarta Pusat.<br />
<br />
<b>Perluas areal</b><br />
<br />
Nun di Bandung, Ir R. M. Son Son Sundoro, lebih dahulu menikmati keuntungan hasil pembesaran belut. Itu setelah ia dan temannya sukses memasok ke beberapa negara. Sebut saja Hongkong, Taiwan, Cina, Jepang, Korea, Malaysia, dan Thailand. Menurut Son Son pasar belut mancanegara tidak terbatas. Oleh karena itu demi menjaga kontinuitas pasokan, ia dan eksportir membuat perjanjian di atas kertas bermaterai. Maksudnya agar importir mendapat jaminan pasokan.<br />
<br />
Sejak 1998, alumnus Teknik dan Manajemen Industri di Institut Teknologi Indonesia, itu rutin menyetor 3 ton/hari ke eksportir. Itu dipenuhi dari 30 kolam berukuran 5 m x 5 m di Majalengka, Ciwidey, Rancaekek, dan 200 kolam plasma binaan di Jawa Barat. Ia mematok harga belut ke eksportir US$4-US$5, setara Rp40.000-Rp60.000/kg isi 10-15 ekor. Sementara harga di tingkat petani plasma Rp20.000/kg.<br />
<br />
<br />
Terhitung mulai Juli 2006, total pasokan meningkat drastis menjadi 50 ton per hari. Itu diperoleh setelah pria 39 tahun itu membuka kerjasama dengan para peternak di dalam dan luar Pulau Jawa. Sebut saja pada awal 2006 ia membuka kolam pembesaran seluas 168 m2 di Payakumbuh, Sumatera Barat. Di tempat lain, penggemar travelling itu juga membuka 110 kolam jaring apung masing-masing seluas 21 m2 di waduk Cirata, Kabupaten Bandung. Total jenderal 1-juta bibit belut ditebar bertahap di jaring apung agar panen berlangsung kontinu setiap minggu. Dengan volume sebesar itu, ayah 3 putri itu memperkirakan keuntungan sebesar US$2.500 atau Rp 20.500.000 per hari.<br />
<br />
Di Majalengka, Jawa Barat, Muhammad Ara Giwangkara juga menuai laba dari pembesaran belut. Sarjana filsafat dari IAIN Sunan Gunungjati, Bandung, itu akhir Desember 2005 membeli 400 kg bibit dari seorang plasma di Bandung seharga Rp11,5- juta. Bibit-bibit itu kemudian dipelihara di 10 kolam bersekat asbes berukuran 5 m x 5 m. Berselang 4 bulan, belut berukuran konsumsi, 35-40 cm, sudah bisa dipanen.<br />
<br />
Dengan persentase kematian dari burayak hingga siap panen 4%, Ara bisa menjual sekitar 3.000 kg belut. Karena bermitra, ia mendapat harga jual Rp12.500/ kg. Setelah dikurangi ongkos perawatan dan operasional sebesar Rp9- juta dan pembelian bibit baru sebesar Rp11,5- juta, tabungan Ara bertambah Rp17-juta. Bagi Ara hasil itu sungguh luar biasa, sebab dengan pendapatan Rp3- juta- Rp4-juta per bulan, ia sudah bisa melebihi gaji pegawai negeri golongan IV.<br />
<br />
<br />
<b>Bibit meroket</b><br />
<br />
Gurihnya bisnis belut tidak hanya dirasakan peternak pembesar. Peternak pendeder yang memproduksi bibit berumur 3 bulan turut terciprat rezeki. Justru di situlah terbuka peluang mendapatkan laba relatif singkat. Apalagi kini harga bibit semakin meroket. Kalau dulu Rp10.000/kg, sekarang rata-rata Rp27.500/kg, tergantung kualitas, ujar Hj Komalasari, penyedia bibit di Sukabumi, Jawa Barat. Ia menjual minimal 400-500 kg bibit/bulan sejak awal 1985 hingga sekarang.<br />
<br />
Pendeder pun tak perlu takut mencari pasar. Mereka bisa memilih cara bermitra atau nonmitra. Keuntungan pendeder bermitra: memiliki jaminan pasar yang pasti dari penampung. Yang nonmitra, selain bebas menjual eceran, pun bisa menyetor ke penampung dengan harga jual lebih rendah 20-30% daripada bermitra. Toh, semua tetap menuai untung.<br />
<br />
Sukses Son Son, Ruslan, Ara, dan Komalasari memproduksi dan memasarkan belut sekarang ini bak bumi dan langit dibandingkan 8 tahun lalu. Siapa yang berani menjamin kalau belut booming gampang menjualnya? ujar Eka Budianta, pengamat agribisnis di Jakarta.<br />
<br />
Menurut Eka, memang belut segar kini semakin dicari, bahkan harganya semakin melambung jika sudah masuk ke restoran. Untuk harga satu porsi unagi-hidangan belut segar-di restoran jepang yang cukup bergengsi di Jakarta Selatan mencapai Rp250.000. Apalagi bila dibeli di Tokyo, Osaka, maupun di restoran jepang di kota-kota besar dunia.<br />
<br />
Dengan demikian boleh jadi banyak yang mengendus peluang bisnis belut yang kini pasarnya menganga lebar. Maklum pasokan belut-bibit maupun ukuran konsumsi-sangat minim, sedangkan permintaannya membludak. (Hermansyah/Peliput: Lani Marliani)<br />
<br />
Referensi: http://trimudilah.wordpress.com/2006/11/24/budidaya-belut/<br />
</div><div style="text-align: justify;"></div>Budidaya Pertanianhttp://www.blogger.com/profile/02468176543501833983noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-5343438090319808433.post-86055837757807775882010-02-11T22:49:00.001-08:002010-02-11T22:49:51.871-08:00Jamur Penyebab Abortus Pada Sapi<div style="text-align: justify;"><b>Jamur Penyebab Abortus Pada Sapi </b><br />
<br />
Disgenesis reproduksi mencakup kegagalan reproduksi tanpa memandang penyebabnya maupun periode kebuntingan sewaktu terjadi kehilangan konseptus. Kehilangan konseptus yang terjadi sejak pembuahan sel telur sampai diferensiasi embrional (kurang lebih 45 hari) disebut kematian embrional. Kehilangan konseptus yang terjadi selama periode foetal yaitu dari saat diferensiasi sampai kelahiran, dibagi atas abortus dan kelahiran prematur. Abortus atau keluron adalah kematian fetus sebelum akhir masa kebuntingan dengan fetus yang belum sanggup hidup, sedangkan kelahiran prematur adalah pengeluaran fetus sebelum akhir masa kebuntingan dengan fetus yang sanggup hidup sendiri di luar tubuh induk.<br />
Hampir semua abortus mikotik pada sapi disebabkan oleh dua kelompok jamur. Sekitar 60 sampai 80 persen disebabkan oleh Aspergillus spp dan kebanyakan adalah Aspergillus fumigatus. Jenis Mucorales bertanggung jawab atas keguguran mikotik selebihnya. Kejadian abortus mikotik bervariasi dari 0,5 sampai 16 persen dari semua abortus pada sapi.<br />
<br />
Aspergillus terdapat dimana-mana dan umumnya bersifat saprofit. Jamur memasuki tubuh hewan melalui pernapasan dan makanan. Spora jamur kemudian dibawa ke plasenta melalui aliran darah dari laesio lain pada saluran pencernaan. Hasil penularan ini secara gradual menyebabkan plasentitis, hambatan pemberian makanan pada saluran fetus, kematian fetus dan abortus dalam waktu beberapa Minggu atau beberapa bulan kemudian. Kebanyakan abortus terjadi pada bulan kelima sampai ketujuh masa kebuntingan, tetapi dapat berlangsung dari bulan keempat sampai waktu partus. Fetus umumnya dikeluarkan dalam keadaan mati, tetapi pada beberapa kasus terjadi kelahiran prematur atau fetus lahir pada waktunya dalam keadaan hidup tapi lemah dan mati segera sesudah lahir.<br />
<br />
<br />
Abortus mikotik umumnya ditandai oleh perubahan-perubahan nyata pada selaput fetus, tapi lebih nyata daripada perubahan-perubahan abortus karena brusellosis dan vibriosis. Chorion tebal, oedematus, seperti kulit dan neurotik. Laesio utama terdapat pada plasentoma. Karunkel dan kotiledon sangat membesar, membengkak, oedematus dan nekrotik.<br />
Kotiledon yang nekrotik memperlihatkan suatu pusat yang kelabu suram dikelilingi oleh daerah hemoragika dan bertaut erat dengan khorion yang nekrotik. Di dalam ruang utero khorion umumnya terdapat cairan kemerah-merahan dengan kepingan-kepingan nanah. Jamur menyebar melalui selaput fetus ke dalam cairan foetal. Foetus dapat tampak normal atau, pada 30 persen kasus jamur dapat bertumbuh pada kulit dalam bentuk bercak-bercak seperti pada ichtyosis congenital atau ringworm. Cairan serosa berwarna jerami dapat ditemukan pada jaringan foetal atau rongga tubuhnya. Jamur dapat diisolasi dari isi lambung, dari chorion, atau kotiledon plasenta yang terserang. Penyembuhan pada kasus yang parah cukup lambat dan tertunda atau dapat diikuti oleh kemajiran permanen.<br />
<br />
Diagnosa dikuatkan oleh pemeriksaan mikroskopik terhadap jamur dari plasenta atau foetus, pemeriksaan histopatologik terhadap jaringan plasental atau foetal dan oleh kultur pada media buatan.<br />
<br />
<b>PENYEBAB</b><br />
Hampir semua abortus mikotik pada sapi disebabkan oleh dua kelompok jamur. Sekitar 60-80% disebabkan oleh Aspergillus spp dan kebanyakan adalah Aspergillus fumigatus. Jenis mucorales bertanggung jawab atas keguguran mikotik selebihnya. Kejadian abortus mikotik bervariasi dari 0,5-16% dari semua abortus pada sapi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
<b>GEJALA KLINIS</b><br />
Abortus mikotik umumnya ditandai oleh perubahan-perubahan nyata pada selaput foetus. Chorion tebal, oedematous, seperti kulit dan nekrotik. Lesi utama terdapat pada placentoma, karunkel dan kotiledon sangat membesar, membengkak, oedematous, dan nekrotik.<br />
<br />
<b>PENULARAN</b><br />
Jamur memasuki tubuh hewan melalui pernapasan dan makanan. Spora jamur kemudian dibawa ke plasenta melalui aliran darah dari laesio pada saluran pernapasan rumenitis mikotik atau laesio lain pada saluran pencernaan. Hasil penularan ini secara gradual meyebabkan placentitis, hambatan pemberian makanan kepada foetus, kematian foetus, dan abortus dalam waktu beberapa minggu atau beberapa bulan kemudian.<br />
<br />
<b>DIAGNOSA</b><br />
Diagnosa dikuatkan oleh pemeriksaan mikroskopik terhadap jamur dari placenta atau foetus, pemeriksaan histopatologik terhadap jaringan placental atau foetal dan oleh kultur pada media buatan.<br />
<br />
<br />
</div>Budidaya Pertanianhttp://www.blogger.com/profile/02468176543501833983noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5343438090319808433.post-57488560207516787992010-01-24T01:53:00.000-08:002010-01-24T01:53:40.500-08:00Budidaya Tanaman Tomat<div style="text-align: justify;"><b>Budidaya Tanaman Tomat</b><br />
<br />
Tomat adalah komoditas hortikultura yang penting, tetapi produksinya baik kuantitas dan kualitas masih rendah. Hal ini disebabkan antara lain tanah yang keras, miskin unsur hara mikro serta hormon, pemupukan tidak berimbang, serangan hama dan penyakit, pengaruh cuaca dan iklim, serta teknis budidaya petani<br />
PT. Natural Nusantara berupaya membantu petani dalam peningkatan produksi secara Kuantitas dan Kualitas dengan tetap memelihara Kelestarian lingkungan (Aspek K-3), agar petani dapat berkompetisi di era perdagangan bebas.<br />
<br />
<br />
<b>FASE PRA TANAM TANAMAN TOMAT</b><br />
<br />
1. Syarat Tumbuh><br />
- Tomat dapat ditanam di dataran rendah/dataran tinggi<br />
- Tanahnya gembur, porus dan subur, tanah liat yang sedikit mengandung pasir dan pH antara 5 - 6<br />
- Curah hujan 750-1250 mm/tahun, curah hujan yang tinggi dapat menghambat persarian.<br />
- Kelembaban relatif yang tinggi sekitar 25% akan merangsang pertumbuhan tanaman yang masih muda karena asimilasi CO2 menjadi lebih baik melalui stomata yang membuka lebih banyak, tetapi juga akan merangsang mikroorganisme pengganggu tanaman dan ini berbahaya bagi tanaman<br />
<br />
2. Pola Tanam<br />
- Tanaman yang dianjurkan adalah jagung, padi, sorghum, kubis dan kacang-kacangan<br />
- Dianjurkan tanam sistem tumpang sari atau tanaman sela untuk memberikan keadaan yang kurang disukai oleh organisme jasad pengganggu<br />
<br />
3. Penyiapan Lahan<br />
- Pilih lahan gembur dan subur yang sebelumnya tidak ditanami tomat, cabai, terong, tembakau dan kentang .<br />
- Untuk mengurangi nematoda dalam tanah genangilah tanah dengan air selama dua minggu<br />
- Bila pH rendah berikanlah kapur dolomite 150 kg/1000 m2 dan disebar serta diaduk rata pada umur 2-3 minggu sebelum tanam<br />
- Buatlah bedengan selebar 120-160 cm untuk barisan ganda dan 40-50 cm untuk barisan tunggal<br />
- Buatlah parit selebar 20-30 cm diantara bedengan dengan kedalaman 30 cm untuk pembuangan air.<br />
- Berikan pupuk dasar 4 kg Urea /ZA + 7,5 kg TSP + 4 kg KCl per 1000 m2 diatas bedengan, aduk dan ratakan dengan tanah<br />
- Atau jika pakai Pupuk Majemuk NPK (15-15-15) dosis ± 20 kg / 1000 m2 dicampur rata dengan tanah di atas bedengan.<br />
- Siramkan pupuk POC NASA yang telah dicampur air secara merata diatas bedengan dosis 1-2 botol/1000 m2. Hasil akan lebih bagus jika diganti SUPER NASA (dosis ± 1-2 botol/1000 m2 ) dengan cara :<br />
- alternatif 1 : 1 botol SUPER NASA diencerkan dalam 3 liter air dijadikan larutan induk. Kemudian setiap 50 lt air diberi 200 cc larutan induk tadi untuk menyiram bedengan.<br />
- alternatif 2 : setiap 1 gembor volume 10 lt diberi 1 sendok peres makan SUPER NASA untuk menyiram + 10 meter bedengan<br />
- Sebarkan Natural GLIO 1-2 sachet yang telah dicampur pupuk kandang (+ 1 minggu) merata di atas bedengan pada sore hari<br />
- Jika pakai Mulsa plastik, tutup bedengan pada siang hari<br />
- Biarkan selama 5-7 hari sebelum tanam<br />
- Buat lubang tanam dengan jarak 60 x 80 cm atau 60 x 50 cm di atas bedengan, diameter 7-8 cm sedalam 15 cm<br />
<br />
4. Pemilihan Bibit<br />
- Pilih varietas tahan dan jenis Hybryda ( F1 Hybryd )<br />
- Bibit berdaun 5-6 helai daun (25-30 HSS=hari setelah semai) pindahkan ke lapangan<br />
- Untuk mengurangi stress awal pertumbuhan perlu disiram dulu pada sore sehari sebelum tanam atau pagi harinya (agar lembab)<br />
<br />
<br />
<b>FASE PERSEMAIAN (0-30 HSS)</b><br />
- Siapkan media tanam yang merupakan campuran tanah dan pupuk kandang 25 - 30 kg + Natural GLIO (1:1)<br />
- Masukkan dalam polibag plastik atau contongan daun pisang atau kelapa<br />
- Sebarlah benih secara merata atau masukkan satu per satu dalam polibag<br />
- Setelah benih berumur 8-10 hari , pilih bibit yang baik, tegar dan sehat dipindahkan dalam bumbunan daun pisang atau dikepeli yang berisi campuran media tanam<br />
- Penyiraman dilakukan setiap hari (lihat kondisi tanah)<br />
- Penyemprotan POC NASA pada umur 10 dan 17 hari dengan dosis 2 tutup/tangki<br />
<br />
<br />
<b>FASE TANAM ( 0-15 HST=Hari Setelah Tanam )</b><br />
- Bedengan sehari sebelumnya diairi ( dilep ) dahulu<br />
- Bibit siap tanam umur 3 - 4 minggu, berdaun 5-6<br />
- Penanaman sore hari<br />
- Buka polibag plastik<br />
- Benamkan bibit secara dangkal pada batas pangkal batang dan ditimbun dengan tanah di sekitarnya<br />
- Selesai penanaman langsung disiram dengan POC NASA dengan dosis 2-3 tutup per + 15 liter air<br />
- Sulam tanaman yang mati sampai berumur 2 minggu, caranya tanaman yang telah mati, rusak, layu atau pertumbuhannya tidak normal dicabut, kemudian dibuat lubang tanam baru, dibersihkan dan diberi Natural GLIO lalu bibit ditanam<br />
- Pengairan dilakukan tiap hari sampai tomat tumbuh normal (Jawa : lilir), hati-hati jangan sampai berlebihan karena tanaman bisa tumbuh memanjang, tidak mampu menyerap unsur-unsur hara dan mudah terserang penyakit<br />
- Amati hama seperti ulat tanah dan ulat grayak. Jika ada serangan semprot dengan Natural VITURA<br />
- Amati penyakit seperti penyakit layu Fusarium atau bakteri dan busuk daun , kendalikan dengan menyemprot Natural GLIO dicampur gula pasir perbandingan 1:1. Untuk penyakit Virus, kendalikan vektornya seperti Thrips, kutu kebul (Bemissia tabaci), banci ( Aphis sp.), Kutu persik (Myzus sp.) dan tungau (Tetranichus sp.) dengan menyemprot Natural BVR atau Pestona secara bergantian<br />
- Pasang ajir sedini mungkin supaya akar tidak rusak tertusuk ajir dengan jarak 10-20 cm dari batang tomat<br />
<br />
<b>FASE VEGETATIF ( 15-30 HST)</b><br />
- Jika tanpa mulsa, penyiangan dan pembubunan pada umur 28 HST bersamaan penggemburan dan pemberian pupuk susulan diikuti pengguludan tanaman<br />
- Setelah tanaman hidup sekitar 1 minggu semenjak tanam, diberi pupuk Urea dan KCl dengan perbandingan 1:1 untuk setiap tanaman (1-2 gram), berikan di sekeliling tanaman pada jarak ± 3 cm dari batang tanaman tomat kemudian ditutup tanah dan siram dengan air<br />
- Pemupukan kedua dilakukan umur 2-3 minggu sesudah tanam berupa campuran Urea dan KCl (± 5 gr), berikan di sekeliling batang tanaman sejauh ± 5 cm dan sedalam ± 1 cm kemudian ditutup tanah dan siram dengan air.<br />
- Bila umur 4 minggu tanaman masih kelihatan belum subur dapat dipupuk Urea dan KCl lagi (7 gram). Jarak pemupukan dari batang dibuat makin jauh ( ± 7 cm).<br />
- Jika pakai Mulsa tidak perlu penyiangan dan pembubunan serta pupuk susulan diberikan dengan cara dikocorkan<br />
- Penyiraman dilakukan pada pagi atau sore hari<br />
- Amati hama dan penyakit seperti ulat, kutu-kutuan, penyakit layu dan virus, jika terjadi serangan kendalikan seperti pada fase tanam<br />
- Semprotkan POC NASA (4-5 tutup) per tangki atau POC NASA (3-4 tutup) + HORMONIK (1 tutup) setiap 7 hari sekali.<br />
- Tanaman yang telah mencapai ketinggian 10-15 cm harus segera diikat pada ajir dan setiap bertambah tinggi + 20 cm harus diikat lagi agar batang tomat berdiri tegak.<br />
- Pengikatan jangan terlalu erat dengan model angka 8, sehingga tidak terjadi gesekan antara batang dengan ajir yang dapat menimbulkan luka.<br />
<br />
<br />
<b>FASE GENERATIF (30 - 80 HST)<br />
</b><br />
1. Pengelolaan Tanaman<br />
- Jika tanpa mulsa penyiangan dan pembubunan kedua dilakukan umur 45-50 hari<br />
- Untuk merangsang pembungaan pada umur 32 HST lakukan perempelan tunas-tunas tidak produktif setiap 5-7 hari sekali, sehingga tinggal 1-3 cabang utama / tanaman<br />
- Perempelan sebaiknya pagi hari agar luka bekas rempelan cepat kering dengan cara; ujung tunas dipegang dengan tangan bersih lalu digerakkan ke kanan-kiri sampai tunas putus. Tunas yang terlanjur menjadi cabang besar harus dipotong dengan pisau atau gunting, sedangkan tanaman yang tingginya terbatas perempelan harus hati-hati agar tunas terakhir tidak ikut dirempel sehingga tanaman tidak terlalu pendek<br />
- Ketinggian tanaman dapat dibatasi dengan memotong ujung tanaman apabila jumlah dompolan buah mencapai 5-7 buah<br />
- Semprotkan POC NASA dan HORMONIK setiap 7-10 hari sekali dengan dosis 3-4 tutup POC NASA dan 1-2 tutup HORMONIK/tangki. - Agar tidak mudah hilang oleh air hujan dan merata tambahkan Perekat Perata AERO 810 dengan dosis 5 ml ( 1/2 tutup)/tangki.<br />
<br />
2. Pengamatan Hama dan Penyakit<br />
- Ulat buah (Helicoperva armigera dan Heliothis sp.). Gejala buah berlubang dan kotoran menumpuk dalam buah yang terserang. Lakukan pengumpulan dan pemusnahan buah tomat terserang, semprot dengan PESTONA<br />
- Lalat buah (Brachtocera atau Dacus sp.).Gejala buah busuk karena terserang jamur dan bila buah dibelah akan kelihatan larva berwarna putih. - - Bersifat agravator, yaitu sebagai vektornya penyakit jamur, bakteri dan Drosophilla sp. Kumpulkan dan bakar buah terserang, gunakan perangkap lalat buah jantan (dapat dicampur insektisida)<br />
- Busuk daun (Phytopthora infestans), bercak daun dan buah (Alternaria solani) serta busuk buah antraknose (Colletotrichum coccodes). Jika ada serangan semprot dengan Natural GLIO<br />
- Jika pengendalian hama penyakit dengan menggunakan pestisida alami (PESTONA, GLIO, VITURA) belum mengatasi dapat dipergunakan pestisida kimia yang dianjurkan. Agar penyemprotan pestisida kimia lebih merata dan tidak mudah hilang oleh air hujan tambahkan Perekat Perata AERO 810, dosis + 5 ml (1/2 tutup)/tangki.<br />
- Busuk ujung buah. Ujung buah tampak lingkaran hitam dan busuk. Ini gejala kekurangan Ca ( Calsium). Berikan Dolomit.<br />
<br />
<b>FASE PANEN & PASCA PANEN (80 - 130 HST)</b><br />
- Panen pada umur 90-100 HST dengan ciri; kulit buah berubah dari warna hijau menjadi kekuning-kuningan, bagian tepi daun tua mengering, batang menguning, pada pagi atau sore hari disaat cuaca cerah. Buah dipuntir hingga tangkai buah terputus. Pemuntiran buah dilakukan satu-persatu dan dipilih buah yang siap petik. Masukkan keranjang dan letakkan di tempat yang teduh<br />
- Interval pemetikan 2-3 hari sekali.<br />
- Supaya tahan lama, tidak cepat busuk dan tidak mudah memar, buah tomat yang akan dikonsumsi segar dipanen setengah matang<br />
- Wadah yang baik untuk pengangkutan adalah peti-peti kayu dengan papan bercelah dan jangan dibanting<br />
- Waspadai penyakit busuk buah Antraknose, kumpulkan dan musnahkan<br />
- Buah tomat yang telah dipetik, dibersihkan, disortasi dan di packing lalu diangkut siap untuk konsumsi.<br />
<br />
Sumber: teknis-budidaya.blogspot.com<br />
</div>Budidaya Pertanianhttp://www.blogger.com/profile/02468176543501833983noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5343438090319808433.post-17729566425504400062010-01-19T11:49:00.000-08:002010-01-19T11:49:24.295-08:00Budidaya Buah Semangka<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/_WtXCykFMI6Y/S1YMroynT5I/AAAAAAAAABA/2UIy2pGNjZE/s1600-h/budidaya+melon.jpeg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://2.bp.blogspot.com/_WtXCykFMI6Y/S1YMroynT5I/AAAAAAAAABA/2UIy2pGNjZE/s320/budidaya+melon.jpeg" /></a><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Budidaya Buah Semangka</b><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">PENDAHULUAN<br />
Agribisnis melon menunjukkan prospek menjanjikan. Tetapi jika faktor tanah yang semakin keras, miskin unsur hara terutama unsur hara mikro dan hormon alami, faktor iklim dan cuaca, faktor hama dan penyakit tanaman serta faktor pemeliharaan tidak diperhatikan maka keuntungan akan menurun.<br />
PT. Natural Nusantara berusaha membantu meningkatkan produktivitas melon secara Kuantitas, Kualitas, dan Kelestarian lingkungan ( Aspek K-3 ).<br />
<br />
II. SYARAT PERTUMBUHAN<br />
2.1. Iklim<br />
Perlu penyinaran matahari penuh selama pertumbuhannya. Pada kelembaban yang tinggi tanaman melon mudah diserang penyakit. Suhu optimal antara 25-300C. Angin yang bertiup cukup keras dapat merusak pertanaman melon. Hujan terus menerus akan merugikan tanaman melon. Tumbuh baik pada ketinggian 300-900 m dpl.<br />
<br />
2.2. Media Tanam<br />
Tanah yang baik ialah tanah liat berpasir yang banyak mengandung bahan organik seperti andosol, latosol, regosol, dan grumosol, asalkan kekurangan dari sifat-sifat tanah tersebut dapat dimanipulasi dengan pengapuran, penambahan bahan organik, maupun pemupukan. Tanaman melon tidak menyukai tanah yang terlalu basah, pH tanah 5,8-7,2.<br />
<br />
III. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA<br />
3.1. Pembibitan<br />
3.1.1. Pembuatan Media Semai<br />
Siapkan Natural GLIO : 1-2 kemasan Natural GLIO dicampur dengan 50-100 kg pupuk kandang untuk lahan 1000 m2. Selanjutnya didiamkan + 1 minggu di tempat yang teduh dengan selalu menjaga kelembabannya dan sesekali diaduk (dibalik).<br />
Campurkan tanah halus (diayak) 2 bagian/2 ember (volume 10 lt), pupuk kandang matang yang telah diayak halus sebanyak 1 bagian/1 ember, TSP (± 50 gr) yang dilarutkan dalam 2 tutup POC NASA, dan Natural GLIO yang sudah dikembangbiakkan dalam pupuk kandang 1-2 kg . Masukkan media semai ke dalam polybag ukuran 8x10 cm sampai terisi hingga 90%.<br />
<br />
3.1.2. Teknik Penyemaian dan pemeliharaan Bibit<br />
Rendam benih dalam 1 liter air hangat suhu 20-250C + 1 tutup POC NASA selama 8-12 jam lalu diperam + 48 jam. Selanjutnya disemai dalam polybag, sedalam 1-1,5 cm. Benih disemaikan dalam posisi tegak dan ujung calon akarnya menghadap ke bawah. Benih ditutup dengan campuran abu sekam dan tanah dengan perbandingan 2:1. Kantong persemaian diletakkan berderet agar terkena sinar matahari penuh sejak terbit hingga tenggelam. Diberi perlindungan plastik transparan yang salah satu ujungnya terbuka.<br />
Semprotkan POC NASA untuk memacu perkembangan bibit, pada umur bibit 7-9 hari dengan dosis 1,0-1,5 cc/liter. Penyiraman dilakukan dengan hati-hati secara rutin setiap pagi.<br />
Bibit melon yang sudah berdaun 4-5 helai atau tanaman melon telah berusia 10-12 hari dapat dipindahtanamkan dengan cara kantong plastik polibag dibuka hati-hati lalu bibit berikut tanahnya ditanam pada bedengan yang sudah dilubangi sebelumnya, bedengan jangan sampai kekurangan air.<br />
<br />
3.2. Pengolahan Media Tanam<br />
3.2.1. Pembukaan Lahan<br />
Sebelum dibajak digenangi air lebih dahulu semalam, kemudian keesokan harinya dilakukan pembajakan dengan kedalaman sekitar 30 cm. Setelah itu dilakukan pengeringan, baru dihaluskan.<br />
<br />
3.2.2. Pembentukan Bedengan<br />
Panjang bedengan maksimum 12-15 m; tinggi bedengan 30-50 cm; lebar bedengan 100-110 cm; dan lebar parit 55-65 cm.<br />
<br />
3.2.3. Pengapuran<br />
Penggunaan kapur per 1000 m2 pada pH tanah 4-5 diperlukan 150-200 kg dolomit , untuk antara pH 5-6 dibutuhkan 75-150 kg dolomit dan pH >6 dibutuhkan dolomit sebanyak 50 kg.<br />
<br />
3.2.4. Pemupukan Dasar<br />
<br />
<br />
3.2.5. Pemberian Natural GLIO<br />
Untuk mencegah serangan penyakit karena jamur terutama penyakit layu, sebaiknya tebarkan Natural GLIO yang sudah disiapkan sebelum persemaian. Dosis 1-2 kemasan per 1000 m2<br />
<br />
3.2.6. Pemasangan Mulsa Plastik Hitam-Perak (PHP)<br />
Pemasangan mulsa sebaiknya saat matahari terik agar mulsa dapat memuai sehingga menutup bedengan dengan tepat. Biarkan bedengan tertutup mulsa 3-5 hari sebelum dibuat lubang tanam.<br />
<br />
3.3. Teknik Penanaman<br />
3.3.1. Pembuatan Lubang Tanam<br />
Diameter lubang + 10 cm, jarak lubang 60-80 cm. Model penanaman dapat berupa dua baris berhadap-hadapan membentuk segiempat atau segitiga.<br />
<br />
3.3.2. Cara Penanaman<br />
Bibit siap tanam dipindahkan beserta medianya. Usahakan akar tanaman tidak sampai rusak saat menyobek polibag.<br />
<br />
3.4. Pemeliharaan Tanaman<br />
3.4.1. Penyulaman<br />
Penyulaman dilakukan 3-5 hari setelah tanam. Setelah selesai penyulaman tanaman baru harus disiram air. Sebaiknya penyulaman dilakukan sore hari<br />
3.4.2. Penyiangan<br />
Penyiangan dilakukan untuk membersihkan gulma/ rumput liar.<br />
3.4.3. Perempelan><br />
Perempelan dilakukan terhadap tunas/cabang air yang bukan merupakan cabang utama.<br />
<br />
<br />
3.4.4. Pemupukan<br />
<br />
<br />
<br />
3.4.5. Penggunaan Hormonik<br />
Dosis HORMONIK : 1-2 cc/lt air atau 1-2 tutup HORMONIK + 3-5 tutup POC NASA setiap tangki semprot. Penyemprotan HORMONIK mulai usia 3-11 minggu, interval 7 hari sekali.<br />
<br />
3.4.6. Penyiraman<br />
Penyiraman sejak masa pertumbuhan tanaman, sampai akan dipetik buahnya kecuali hujan. Saat menyiram jangan sampai air siraman membasahi daun dan air dari tanah jangan terkena daun dan buahnya. Penyiraman dilakukan pagi-pagi sekali.<br />
<br />
3.4.7. Pemeliharaan Lain<br />
a. Pemasangan Ajir<br />
Ajir dipasang sesudah bibit mengeluarkan sulur-sulurnya. Tinggi ajir + 150 - 200 cm. Ajir terbuat dari bahan yang kuat sehingga mampu menahan beban buah + 2-3 kg. Tempat ditancapkannya ajir + 25 cm dari pinggir guludan baik kanan maupun kiri. Supaya ajir lebih kokoh bisa menambahkan bambu panjang yang diletakkan di bagian pucuk segitiga antara bambu atau kayu yang menyilang, mengikuti barisan ajir-ajir di belakangnya.<br />
b. Pemangkasan<br />
Pemangkasan dilakukan pada tanaman melon bertujuan untuk memelihara cabang sesuai dengan yang dikehendaki. Tinggi tanaman dibuat rata-rata antara titik ke-20 sampai ke-25 (bagian ruas, cabang atau buku dari tanaman tersebut). Pemangkasan dilakukan kalau udara cerah dan kering, supaya bekas luka tidak diserang jamur. Waktu pemangkasan dilakukan setiap 10 hari sekali, yang paling awal dipangkas adalah cabang yang dekat dengan tanah dan sisakan dua helai daun, kemudian cabang-cabang yang tumbuh dipangkas dengan menyisakan 2 helai daun. Pemangkasan dihentikan, jika ketinggian tanamannya sudah mencapai pada cabang ke-20 atau 25.<br />
<br />
3.5. Hama dan Penyakit<br />
3.5.1. Hama<br />
a. Kutu Aphis (Aphis gossypii Glover )<br />
Ciri: mempunyai getah cairan yang mengandung madu dan di lihat dari kejauhan mengkilap. Aphis muda berwarna kuning, sedangkan yang dewasa mempunyai sayap dan berwarna agak kehitaman. Gejala: daun tanaman menggulung, pucuk tanaman menjadi kering akibat cairan daun dihisap hama. Pengendalian: (1) gulma selalu dibersihkan agar tidak menjadi inang hama; (2) semprot Pestona atau Natural BVR.<br />
<br />
b. Thrips (Thrips parvispinus Karny)<br />
Ciri: menyerang saat fase pembibitan sampai tanaman dewasa. Nimfa berwarna kekuning-kuningan dan dewasa berwarna coklat kehitaman. Serangan dilakukan di musim kemarau. Gejala: daun muda atau tunas baru menjadi keriting, dan bercak kekuningan; tanaman keriting dan kerdil serta tidak dapat membentuk buah secara normal. Gejala ini harus diwaspadai karena telah tertular virus yang dibawa hama thrips. Pengendalian: menyemprot dengan Pestona atau Natural BVR.<br />
<br />
3.5.2. Penyakit<br />
a. Layu Bakteri<br />
Penyebab: bakteri Erwina tracheiphila E.F.Sm. Penyakit ini dapat disebarkan dengan perantara kumbang daun oteng-oteng (Aulacophora femoralis Motschulsky). Gejala: daun dan cabang layu, terjadi pengerutan pada daun, warna daun menguning, mengering dan akhirnya mati; daun tanaman layu satu per satu, meskipun warnanya tetap hijau. Apabila batang tanaman yang dipotong melintang akan mengeluarkan lendir putih kental dan lengket bahkan dapat ditarik seperti benang. Pengendalian: penggunaan Natural GLIO sebelum tanam.<br />
<br />
b. Penyakit Busuk Pangkal Batang (gummy stem bligt)<br />
Penyebab: Cendawan Mycophaerekka melonis (Passerini) Chiu et Walker. Gejala: pangkal batang seperti tercelup minyak kemudian keluar lendir berwarna merah coklat dan kemudian tanaman layu dan mati; daun yang terserang akan mengering. Pengendalian: (1) penggunaan mulsa PHP untuk mencegah kelembaban di sekitar pangkal batang dan mencegah luka di perakaran maupun pangkal batang karena penyiangan; (2) daun yang terserang dibersihkan. (3) gunakan Natural GLIO sebelum tanam sebagai pencegahan.<br />
<br />
Catatan: Jika pengendalian hama penyakit dengan menggunakan pestisida alami belum mengatasi dapat dipergunakan pestisida kimia yang dianjurkan. Agar penyemprotan pestisida kimia lebih merata dan tidak mudah hilang oleh air hujan tambahkan Perekat Perata AERO 810, dosis + 5 ml (1/2 tutup)/tangki.<br />
<br />
3.5.3. Gulma<br />
Gulma (tumbuhan pengganggu) merugikan tanaman, karena bersaing zat hara, tempat tumbuh dan cahaya. Pencabutan gulma harus dilakukan sejak tumbuhan masih kecil, karena jika sudah besar akan merusak perakaran tanaman melon.<br />
<br />
3.6. Panen<br />
3.6.1. Ciri dan Umur Panen<br />
a. Tanda/Ciri Penampilan Tanaman Siap Panen<br />
1. Ukuran buah sesuai dengan ukuran normal<br />
2. Jala/Net pada kulit buah sangat nyata/kasar<br />
3. Warna kulit hijau kekuningan.<br />
b. Umur Panen + 3 bulan setelah tanam.<br />
c. Waktu Pemanenan yang baik adalah pada pagi hari.<br />
<br />
3.6.2. Cara Panen<br />
a. Potong tangkai buah melon dengan pisau, sisakan minimal 2,0 cm untuk memperpanjang masa simpan buah.<br />
b. Tangkai dipotong berbentuk huruf "T" , maksudnya agar tangkai buah utuh.<br />
c. Pemanenan dilakukan secara bertahap, dengan mengutamakan buah yang benar-benar telah siap dipanen.<br />
d. Buah yang telah dipanen disortir. Kerusakan buah akibat terbentur/cacat fisik lainnya, sebaiknya dihindari karena akan mengurangi harga jual.<br />
<br />
3.6.3. Penyimpanan<br />
Buah melon tidak boleh ditumpuk, yang belum terangkut disimpan dalam gudang. Buah ditata rapi dengan dilapisi jerami kering. Tempat penyimpanan harus bersih dan kering.<br />
<br />
Referensi:teknis-budidaya.blogspot.com<br />
</div>Budidaya Pertanianhttp://www.blogger.com/profile/02468176543501833983noreply@blogger.com0