Tuesday, September 21, 2010

Bentuk Pertanian Konservasi

A d v e r t i s e m e n t s
Bentuk Pertanian Konservasi

Sistem perladangan berpindah bagi sebagian ahli dianggap sebagai pemborosan dari sumberdaya alam, atau sangat primitif (FAO Staff 1957), dan dikenal secara relatif mempunyai ouput yang rendah per unit areanya. Hal ini kalau ditinjau dari segi ekonomi, tetapi mungkin karena perhatian terhadap sistem inilah yang masih sangat kurang, yang sebenarnya membutuhkan tindakan yang lebih spesifik untuk menjadi sistem yang dapat diterima, untuk menjadi alternatif sistem pertanian konservasi.

Perladangan berpindah tidak menyebabkan efek yang berbahaya terhadap lingkungan, bahkan mampu menyediakan alternatif yang aman dibandingkan dengan sistem pertanian lainnya di hutan tropis basah. Adapun kurangnya peningkatan produktivitas adalah merupakan konsekuensi dari pengabaian dari sistem ini di dalam kebanyakan penelitian pertanian. Hal ini bisa dilihat dari hasil penelitian Lahajir, yang menemukan bahwa hasil perladangan berpindah tidak sanggup lagi mencukupi kebutuhan subsisten mereka. Perladangan berpindah sebagai sistem pertanian yang menggunakan pemberaan sebagai hal yang utama dalam menjaga produktivitas. Sistem perladangan dikerjakan hanya 1 – 2 tahun dalam penanaman yang kemudian dilanjutkan dengan periode bera yang panjang.

Erosi sudah lama disadari sebagai masalah utama dalam perladangan berpindah, tetapi sangat sedikit studi kuantitatif yang ada tentang erosi dari perladangan berpindah, sehingga masih begitu terbatas. Dari studi yang pernah dilakukan menunjukkan pembersihan lahan pada perladangan berpindah secara tradisional lebih rendah jumlah erosi dan kehilangan sedimin dari sistem dibandingkan pada beberapa bentuk pembersihan lahan (land clearing) dan sistem pengolahan tanah (tillage). Alasan  rendahnya erosi adalah sangat pendiknya periode terbukanya tanah (setelah pembakaran, sebelum tanaman mantap), tanpa atau sedikit pengolahan tanah (tillage), dan dengan membentangkan pohon-pohon yang tidak terbakar secara horisontal terhadap kemiringan (slope). Dengan sedikit sedimin yang hilang dari sistem dan pemakaian bahan kimia yang terbatas sekali, maka sumberdaya air tidak terpengaruh secara serius.

Selama penanam, nutrient kehilangan utamanya akibat pembakaran dan beberapa dari pencucian (leaching), tetapi hanya jumlah terbatas yang dipindahkan oleh tanaman sebagai sisa tanaman yang tertinggal di lapangan dan pertumbuhan kembali pada masa bera dapat menahan kembali nutrient.

Peningkatan penyimpanan karbon dalam jangka panjang, kalau bisa sampai 20 – 50 tahun di dalam tanah, tanaman dan produksi tanaman mempunyai efek menguntungkan terhadap lingkungan dan pertanian. Lahan tanaman budidaya, padang gembalaan dan hutan dapat dikelola baik untuk aspek produksi maupun penyimpanan karbon. Kedua pendekatan pengelolaan lahan tersebut dapat dicapai dengan penerapan pengelolaan lahan yang sudah banyak dikenal seperti pengolahan tanah konservasi, pengelolaan unsur hara yang efisien, pengontrolan erosi, penggunaan tanaman penutup tanah, dan restorasi lahan-lahan terdegradasi.
Konservasi lahan melalui pemberaan (fallow) yang panjang dapat dengan cepat meningkatkan penyimpanan karbon dalam tanah. Peningkatan bahan organik tanah secara global dalam jangka waktu yang lama akan mampu memberikan efek yang menguntungkan terhadap penurunan rata-rata peningkatan CO2 atmosfer dan peningkatan produktivitas tanah, khususnya dalam banyak areal tanah yang telah terdegradasi.

Pengolahan tanah merupakan kebudayaan yang tertua dalam pertanian dan tetap diperlukan dalam pertanian modern.  Menurut Arsjad (1989), yang mendefinisikan pengolahan tanah sebagai setiap manipulasi mekanik terhadap tanah yang diperlukan untuk menciptakan keadaan tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman.  Tujuan pengolahan tanah adalah untuk menyiapkan tempat pesemaian, tempat bertanam, menciptakan daerah perakaran yang baik, membenamkan sisa tanaman, dan memberantas gulma.  Cara pengolahan tanah sangat mempengaruhi struktur tanah alami yang baik yang terbentuk karena penetrasi akar, apabila pengolahan tanah terlalu intensif maka struktur tanah akan rusak.  Kebiasaan petani yang mengolah tanah secara berlebihan dimana tanah diolah sampai bersih permukaannya merupakan salah satu contoh pengolahan yang keliru karena kondisi seperti ini mengakibatkan butir tanah terdispersi oleh butir hujan, menyumbat pori-pori tanah.   Untuk mengatasi pengaruh buruk pengolahan tanah, maka dianjurkan beberapa cara pengolahan tanah konservasi yang dapat memperkecil terjadinya erosi.  
Cara perladangan berpindah dengan :
1.    Tanpa olah tanah (TOT), tanah yang akan ditanami tidak diolah dan sisa-sisa tanaman sebelumnya dibiarkan tersebar di permukaan, yang akan melindungi tanah dari ancaman erosi selama masa yang sangat rawan yaitu pada saat pertumbuhan awal tanaman.  Penanaman dilakukan dengan tugal
2.    Pengolahan tanah minimal, tidak semua permukaan tanah diolah, hanya barisan tanaman saja yang diolah dan sebagian sisa-sisa tanaman dibiarkan pada permukaan tanah
3.    Pengolahan tanah menurut kontur, pengolahan tanah dilakukan memotong lereng sehingga terbentuk jalur-jalur tumpukan tanah atau dengan melintangkan pohon yang tidak terbakar (logs) dan alur yang menurut kontur atau melintang lereng.  Pengolahan tanah menurut kontur akan lebih efektif jika diikuti dengan penanaman menurut kontur juga yang memungkinkan penyerapan air dan menghindarkan pengangkutan tanah.
Dari sistem perladangan berpindah, cara pengolahan tanah sudah diterapkan, sehingga dapat menggunakan sesuai dengan keperluan dan kemampuannya. Penyesuaian dengan ekologi setempat inilah yang menjadikan sistem perladangan berpindah dapat dikatakan sebagai sistem pertanian konservasi. Sistem ini memang perlu lebih ditingkatkan, atau diberikan sentuhan ilmu pengetahuan yang juga disesuaikan.

Berdasarkan penggunaan teknik tradisional, perladangan berpindah sangat sesuai dengan lingkungan dan dapat lebih berkelanjutan dari sistem pertanian permanen dalam kondisi tropis basah. Kebanyakan studi tentang perladangan berpindah telah memfokuskan pada efek terhadap praktek manajemen dan sangat sedikit penelitian yang telah dilakukan untuk peningkatan  secara agronomi terhadap produksi tanaman di dalam sistem, karena sistem tersebut sudah melekat sebagai primitif dan anti pembangunan. Masalah lainnya, adalah bahwa perladangan berpindah lebih sering dibandingkan dengan kegiatan kehutanan (seperti agroforentry yang hampir sama dengan shifting cultivation) atau bahkan sumberdaya hutan daripada dengan sistem pertanian lainnya. Hal ini sangat tidak realistis  untuk mengharapkan perladangan berpindah menjadi sama tidak berbahaya seperti hutan alami. Ini adalah sistem pertanian, yang dibuat dengan menggunakan hutan dan harus disadari seperti itu.

0 comments:

Post a Comment

◄ Newer Post Older Post ►
 

Copyright 2011 Budidaya Pertanian is proudly powered by blogger.com | Design by Tutorial Blogspot